REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Sebagian besar warga Mesir mendukung perubahan konstitusi yang mengizinkan Abdel Fattah el-Sisi untuk berkuasa sampai 2030. Hal ini diungkapkan komisi pemilihan umum yang menggelar referendum perubahan konstitusi ini.
"Perubahan ini akan efektif mulai dari sekarang sebagai konstitusi Anda," kata ketua komisi pemilihan umum Lasheen Ibrahim dalam konferensi pers yang digelar di Kairo, seperti dilansir Aljazirah, Rabu (24/4).
Ia mengatakan lebih dari 23,4 juta pemilih mendukung perubahan ini. Angka kehadiran pemilih atau turn out dalam pemungutan suara yang dilakukan selama tiga sebesar 44,33 persen.
Ibrahim mengakatan sebanyak 88,83 persen pemilih memilih 'ya'. Sementara 11,17 persen memilih 'tidak'. Amademen yang akan disetujui Parlemen Mesir pada pekan lalu akan memperpanjang kekuasaan Sisi dari empat tahun menjadi enam tahun.
Amandemen ini juga memperbolehnya untuk maju lagi dalam pemilihan presiden pada tahun 2024. Perubahan konstitusi ini juga meningkatkan peran militer dan memperluas kekuasaan presiden dalam penunjukan pejabat yudisial.
Demi meningkatkan angka turn out pemungutan suara dilakukan sejak Sabtu (20/4) sampai hari Senin (22/4). Hanya 27 juta dari 61 juta pemilik hak suara yang menggunakan hak mereka. El-Sisi pun mengucapkan terimakasih kepada rakyat Mesir yang mendukungnya.
"Pemandangan yang luar biasa hari ini rakyat Mesir mengambil bagian dalam referendum ini akan tertulis dalam catatan sejarah negeri kami," katanya di media sosial Twitter tidak berapa lama setelah hasil pemungutan suara diumumkan.
Media, sektor bisnis dan legislator yang pro-pemerintah mendorong rakyat Mesir untuk memilih 'ya' dalam referendum ini. Sementara itu pihak berwenang mengancam akan memberikan denda kepada siapa pun yang mencoba memboikot pemungutan suara.
Partai-partai oposisi mendorong rakyat Mesir untuk memilih 'tidak' tapi mereka tidak cukup berkuasa di parlemen. Kini parlemen Mesir dikuasai pendukung el-Sisi dan menyetujui amandemen ini.
Media setempat juga didominasi komentator propemerintah. Pihak berwenang juga sudah memblokir ribuan situs termasuk yang dioperasikan media-media independen dan organisasi hak asasi manusia.
Organisasi hak asasi manusia mengkritik kondisi pemungutan suara yang dilakukan terburu-buru, termasuk tekanan kepada mereka yang menentang perubahan. Pemilihan yang diberi beberapa hari untuk mencerna perubahan 20 pasal. Professor ilmu politik Cairo University Hassan Nafaa mengatakan hasilnya seperti yang ia perkirakan.
"Akan ada penindasan yang berbahaya dari rezim berkuasa seperti yang kami lihat lebih banyak lagi kebijakan yang menindas dan membatasi," kata Nafaa kepada kantor berita Associated Press.
Referendum dianggap sebagai langkah mengembalikan kekuasaan otoriter setelah delapan tahun unjuk rasa prodemokrasi menggulingkan presiden Hosni Mubarak. El-Sisi mantan jendral tentara terpilih sebagai presiden pada 2014 setelah presiden sipil pertama Mesir Mohammed Morsi dikudeta pada tahun sebelumnya.