REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), Sofyan Basir ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap proyek PLTU Riau 1 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (23/4). Kosongnya jabatan direktur uatam pasca penetapan tersangka tersebut, hingga saat ini PLN belum mendapatkan pengganti atau pejabat sementara Direktur Utama.
SVP Hukum PLN, Dedeng Hidayat mengatakan hingga saat ini PLN belum ada pengganti atau pejabat sementara pengganti Sofyan Basir. Ia mengatakan secara operasional perseroan tetap melakukan aktivitas perusahaan seperti biasa.
"Belum ada (pengganti atau pejabat sementara). Operasional berjalan seperti biasa saja," ujar Dedeng saat dihubungi Republika, Rabu (24/4).
Ia juga menegaskan PLN menyerahkan semua proses hukum yang sedang berjalan kepada KPK. Namun, untuk operasional kelistrikan PLN menjamin akan tetap fokus memberikan pelayanan kepada masyarakat.
"Kami tetap akan fokus memberikan pelayanan kelistrikan yang maksimal untuk masyarakat," ujar Dedeng.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basir sebagai tersangka kasus suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1. Sofyan diduga menerima janji dengan mendapatkan bagian yang sama besar dari jatah Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih dan Mantan Sekertaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham.
"KPK kemudian meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan tersangka SFB (Sofyan Basir), Direktur Utama PT PLN (Persero)," kata Saut di Gedung KPK Jakarta, Selasa (23/4).