REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengungkapkan kondisi Sesar Lembang saat ini memasuki fase ulang untuk terjadi gempa bumi. Meski belum diketahui kapan bisa terjadi, namun rentang waktunya bisa terjadi dalam waktu 100 tahun ke depan. Sehingga diperlukan kesiagaan menghadapi potensi bencana gempa bumi.
"Posisi sekarang (Sesar Lembang) pada fase range ulang tahun gempa bumi dan ujung batasan gempa bumi. Maka bisa terjadi gempa 100 tahun ke depan," ujar Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Mudrik R Daryono saat Diklat Teknis Penanggulangan Bencana bagi wartawan di Bandung, Rabu (24/4).
Berdasarkan hasil penelitian, menurutnya, Sesar Lembang memiliki panjang 29 kilometer. Kecepatan gesernya 3 milimeter per tahun. Tidak hanya itu, terdapat dua kejadian gempa bumi pada 60 sebelum masehi dan abad 15.
"Dari situ ada konklusi bahwa dia memiliki periode ulang gempa bumi pada 170 tahun sampai 670 tahun. Dari abad 15, sudah 560 tahun tidak bergerak," ungkapnya.
Ia mengungkapkan, hasil penelitian yang muncul lainnya adalah potensi gempa dari Sesar Lembang bisa menghasilkan magnitudo 6.5 hingga 7. Menurutnya, getaran yang dihasilkan bisa mengancam wilayah Kota Bandung, Bandung Barat, Kabupaten Bandung dan Cimahi.
Melihat fakta tersebut, dirinya mendorong masyarakat untuk siaga. Hal yang bisa dilakukan adalah memperoleh informasi tentang Sesar Lembang. Menurutnya, pihaknya sudah terus membicarakan masalah Sesar Lembang ke semua pihak.
Termasuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang terus melakukan sosialisasi besar-besaran. "Di jalur (Sesar Lembang) itu, ada macam-macam (bangunan). Ada perumahan, gedung, sekolah dan bangunan militer," ungkapnya.
Mudrik menambahkan, informasi Sesar Lembang harus disampaikan ke masyarakat melalui edukasi tentang apa yang harus dilakukan ketika terjadi gempa. Termasuk melakukan hal-hal yang sederhana dalam mengurangi risiko bencana.
"Edukasi (tentang Sesar Lembang) sekarang gencar dan lakukan dari hal sederhana dan berharap melakukan lebih tinggi semisal jangan dibangun (bangunan) di jalur itu, kalau terlanjur (diantisipasi)," katanya.