REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Negara Indonesia Tbk. mengubah strategi penguatan permodalan pada anak perusahaannya, BNI Syariah. Wakil Direktur BNI, Herry Sidharta mengatakan strategi semula untuk melaksanakan Initial Public Offering (IPO) dikoreksi.
"Awalnya dengan IPO, tapi itu jadi alternatif saja, diganti dengan penguatan di Aceh yang menerapkan qanun," kata Herry pasca paparan kinerja kuartal I BNI di Grha BNI, Jakarta, Rabu (24/4).
Pada dasarnya, BNI menargetkan BNI Syariah bisa menjadi Bank BUKU III pada tahun ini. Saat ini, posisi modal inti BNI Syariah sekitar Rp 4,2 triliun. Untuk menjadi BUKU III, modal inti minimal harus mencapai Rp 5 triliun.
Untuk memenuhi kekurangan, BNI Syariah berupaya mencapai pertumbuhan laba tinggi hingga 32 persen. Dalam Rencana Bisnis Bank (RBB), BNI Syariah targetkan laba Rp 550 miliar pada 2019.
Herry mengatakan dengan penguatan di Aceh diharapkan bisa menambah aset dan modal inti BNI Syariah, dibarengi dengan pertumbuhan laba BNI Syariah tahun ini. Menurutnya, qanun Aceh kemungkinan bisa menambah hingga Rp 300-500 miliar.
"Sekarang kan BNI Syariah (modal inti) Rp 4,2 triliun, jadi harusnya bisa jadi Rp 4,8 triliun, dan ditambah labanya mungkin Rp 500 miliar, insyaAllah bisa tahun ini (BUKU III), doain ya," kata Herry.
Ia menambahkan, awalnya rencana IPO menjadi strategi utama karena qanun direncanakan untuk tiga tahun kedepan. Tapi ternyata penerapan qanun bisa secepatnya dan BNI tidak ingin menunggu.
Herry mengatakan tahun ini akuisisi BNI konvensional jadi syariah bisa mencapai 60-70 persen karena qanun Aceh. Ia cukup optimis karena saat ini operasional BNI dan syariah telah paralel. Satu outlet memiliki skema induk dan anak, syariah.
BNI juga telah melakukan survei kesediaan nasabah dan karyawan untuk berpindah ke syariah. Menurut Herry, mayoritas nasabah mau memindahkan skema banking-nya karena memang faktor lingkungannya telah syariah.
"Sementara yang tidak mau mungkin kita akan buatkan outlet ya di perbatasan dengan skema awal," kata Herry.