Kamis 25 Apr 2019 09:36 WIB

Muslim Sri Lanka Peringatkan Pemerintah Tapi Diabaikan

Komunitas muslim Sri Lanka memperingatkan tentang kelompok garis keras.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Seorang petugas keamanan berjaga di luar Gereja St. Anthony di Kolombo, Sri Lanka, usai serangan bom saat Paskah di gereja itu, Rabu (24/4).
Foto: AP Photo/Gemunu Amarasinghe
Seorang petugas keamanan berjaga di luar Gereja St. Anthony di Kolombo, Sri Lanka, usai serangan bom saat Paskah di gereja itu, Rabu (24/4).

REPUBLIKA.CO.ID, COLOMBO -- Komunitas muslim Sri Lanka sudah memperingatkan tentang kelompok garis keras kepada pihak berwenang. Wakil Presiden Dewan Muslim yang berpengaruh di Sri Lanka Hilmy Ahamed mengatakan ia sudah memperingatkan tentang pemimpin Thowheed Jamath.

Pemerintah Sri Lanka menduga Thowheed Jamath tersangka utama serangan hari Paskah yang menewaskan 359 orang. Ketua kelompok itu Zahran Hashim juga dikenal seorang pemimpin muslim garis keras.

Baca Juga

"Orang ini seorang penyendiri dan ia meradikalisasi anak-anak muda dengan alasan menggelar kelas-kelas Alquran," kata Ahamed seperti dilansir di Aljazirah, Kamis (25/4). 

Sebelumnya, Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena sudah meminta Menteri Pertahanan Hemasiri Fernando dan Inspektur Jendral Polisi Pujith Jayasundara untuk mengundurkan diri. Ia menilai mereka menyepelekan peringatan intelijen tentang ancaman serangan teror. 

Serangan bom di hari Paskah itu menewaskan 359 orang. Sirisena mengakui pihak keamanan lengah dan berjanji akan merombak struktur kepolisian dan pasukan keamanan.

Ketika serangan terjadi baik Sirisena maupun Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe mengatakan mereka tidak tahu tentang peringatan tersebut. Keduanya bekerja sama untuk mengalahkan pemerintahan Mahinda Rajapaksa dalam pemilu 2015 tapi sejak tahun lalu hubungan mereka retak. 

Sirisena mengatakan ia tidak mengetahui peringatan tersebut walaupun ia Panglima Tertinggi Pasukan Bersenjata Sri Lanka, Kepala Pertahanan, dan Kepala Pemerintahan. Sementara Wickremesinghe mengatakan ia tidak mendapat 'informasi' tentang apa yang terjadi karena ia tidak diajak dalam rapat-rapat keamanan sejak bulan Oktober lalu. 

"Mereka mengecewakan semua orang di negara ini, begitu banyak ketidakpercayaan di antara perdana menteri dan presiden setelah apa yang terjadi pada bulan Oktober, mereka tidak pernah lagi saling bertemu," kata jurnalis veteran Sri Lanka Chandani Kirinde kepada Aljazirah. 

Pada bulan Oktober lalu, Sirisena berusaha untuk memecat Wickremesinghe. Tapi Mahkamah Agung memaksanya untuk mengembalikan jabatan Wickremesinghe. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement