REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengingatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Sydney, Australia ada konsekuensi hukum jika tidak menjalankan rekomendasi pemungutan suara lanjutan.
Rekomendasi pemungutan suara lanjutan:
- Bawaslu menindaklanjuti laporan banyak WNI tidak bisa mencoblos pada hari pemungutan suara di TPS Sydney pada Sabtu (13/4)
- Hasil investogasi Bawaslu rekomendasikan PPLN Sydney lakukan pemungutan suara lanjutan (PSL) bagi warga yang sudah terdaftar.
- KPU, PPLN Sydney dan Panwaslu LN sepakat tidak gelar pemungutan suara lanjutan (PSL) di Sydney
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menegaskan KPU dan PPLN Sydney, Australia harus melaksanakan pemungutan suara lanjutan (PSL) sebagaimana telah direkomendasikan Bawaslu. Karena meski berbentuk rekomendasi, namun secara hukum hal itu wajib dilakukan.
"Rekomendasi kami itu pemungutan suara lanjutan (PSL) itu artinya ada tahapan pemilu yang terhenti. Ada warga yang sudah terdaftar tapi tidak bisa memilih dan mereka sudah mengantre. Bahasanya memang rekomendasi tapi itu artinya wajib dilakukan. PPLN Sydney harus melaksanakan rekomendasi Bawaslu," ujar anggota Bawaslu Rahmat Bagja ketika dihubungi ABC Australia di Jakarta.
Rahmat mengatakan memang Komisi Pemilihan Umum dan PPLN memiliki kewenangan sepenuhnya untuk memutuskan akan menjalankan rekomendasi Bawaslu. Namun, Bawaslu mengingatkan ada ancaman pidana jika rekomendasi lembaganya tidak dilaksanakan.
Pemilih telah mengantre di depan Sydney Town Hall yang jadi salah satu tempat mencoblos di kota Sydney, sejak Sabtu pagi (13/04). Foto: Facebook, Esther Suhardi
"Memang terserah KPU mau atau tidak melaksanakannya, tapi kalau kami memasukkan ini sebagai unsur pidana nggak apa-apa juga kan. Karena ada konsekuensi hukum untuk tindak pelanggaran pemilu jika tidak dilaksanakan." ujar Rahmat.
Pernyataan ini disampaikan Bawaslu menanggapi keputusan KPU, PPLN Sydney dan panwaslu LN yang telah sepakat tidak melaksanakan Pemungutan Suara Lanjutan (PSL) yang direkomendasikan Bawaslu. "Kalau di Sydney, informasi yang kita terima ada kesepakatan antara PPLN dan Panwas di Sydney untuk tidak perlu melakukan pemungutan suara berikutnya. Itu sudah ada kesepakatan," ujar komisioner KPU Wahyu Setiawan kepada wartawan di gedung KPU, Jakarta Pusat, Senin (22/4).
KPU mengatakan keputusan itu didasarkan pada kajian bersama antara ketiga lembaga yakni setelah mereka mendalami informasi mengenai orang-orang yang berada di antrean atau kerumunan TPS saat hari pemungutan suara di Sydney digelar, Sabtu (13/4). "Jadi kalau kerumunan, kerumunan itu apakah pemilih atau warga yang berkerumun kan perlu kita dalami juga. Supaya apa? Supaya hak pilih itu betul-betul digunakan oleh orang yang memang berhak," ujar Wahyu.
Sementara itu, dihubungi Rabu (24/4/2019) pagi, Ketua PPLN Sydney Heranudin mengatakan keputusan melaksanakan atau tidak rekomendasi dari Bawaslu sepenuhnya menjadi kewenangan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat. Dan sampai saat ini ia belum menerima surat keputusan resmi dari KPU terkait sikap KPU tersebut.
"Yang memutuskan tidak atau lanjutnya pemilu lanjutan adalah KPU pusat. PPLN Sydney hanya memberikan fakta dan data di lapangan tetapi keputusan ada di KPU," kata Heranudin melalui percakapan Whatsapp.
Suasana antrean di Sydney Town Hall hari Sabtu (13/4/2019) dimana sebagian warga RI tidak bisa memberikan suara mereka. Foto: Ananda Tanata
Ia menambahkan sejak Bawaslu menerbitkan rekomendasi pemungutan suara ulang pihaknya langsung melakukan rekap Formulir C-7, yaitu daftar hadir mereka yang sudah memberikan suara untuk memastikan tidak ada pencoblosan ganda. Herudin mengatakan penelusuran mereka mengungkapkan seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan pemilih tambahan yang terdafar (DPTb) telah dilayani di TPS Sydney.
"Kerumunan orang yang datang sebagian besar adalah Pemilih khusus yang tidak terdata dan terdaftar di C7 (daftar hadir). Yang mana Pemilih khusus baru bisa mencoblos pada satu jam terakhir," katanya
"Untuk DPT (Pemilih Tetap) dan DPTb (Pemilih Tambahan yang terdaftar) sudah terlayani sejak pagi mulai jam 8.00 karena mereka tidak perlu menunggu satu jam terakhir utk mencoblos," tambah Heranudin.
Kisruh pencoblosan di Sydney bermula ketika pada hari pemungutan suara di luar negeri yang diselenggarakan lebih awal yakni pada Sabtu (13/4) di Sydney, Australia ratusan WNI marah dan kecewa karena mereka tidak dapat menggunakan hak pilihnya padahal sudah mengantri selama berjam-jam di luar Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang digelar di gedung Sydney Town Hall.
Dengan alasan waktu pemungutan suara sudah habis dan melampaui sewa gedung, PPLN Sydney menutup TPS tepat pukul 18.00 waktu setempat. Hasil investigasi Bawaslu menyimpulkan keputusan PPLN Sydney menutup TPS tersebut menyalahi aturan dan membuat warga tidak dapat menggunakan hak pilihnya.
Bawaslu kemudian merekomendasikan agar PPLN Sydney menggelar pemungutan suara lanjutan (PSL) bagi warga yang sudah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) namun belum menggunakan hak pilihnya pada hari pemungutan suara di Sydney pada Sabtu 13 April 2019. Sekitar 65 ribu warga Indonesia di Australia terdaftar sebagai pemilih tetap untuk Pemilu 2019 dengan jumlah pemilih terbanyak, yakni lebih dari 25 ribu berada di daerah pemilihan New South Wales, Queensland, dan Australia Selatan.