REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Pandjaitan membenarkan adanya pengembangan kasus hingga peningkatan status hukum dari Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman. Menurut Basaria, Budi diduga terlibat praktik suap dalam pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) Tasikmalaya."Iya DAK Tasikmalaya," kata Basaria saat dikonfirmasi, Kamis (25/4).
Basaria pun mengamini bila penetapan tersangka orang nomor satu di Tasikmalaya merupakan pengembangan dari kasus dugaan suap dana perimbangan keuangan daerah pada RAPBN Perubahan Tangan Anggaran 2018. Kasus ini sudah terlebih dulu menjerat Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemkeu) Yaya Purnomo."Iya (pengembangan kasus Yaya Purnomo)," ucap Basaria.
Namun, Basaria enggan merinci lebih lanjut. Menurutnya, informasi yang detil akan disampaikan pimpinan KPK dalam konferensi pers dalam waktu dekat.
Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo membenarkan adanya penggeledahan yang dilakukan penyidik KPK di kantor Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman sejak Rabu (24/4). Namun dirinya masih enggan menjawab dengan rinci ihwal status hukum serta kasus yang menyandung Budi Budiman. "Jumat konfrensi persnya," kata Agus dalam pesan singkatnya, Rabu (24/4).
Sementara Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, dalam penggeledahan tersebut pihaknya menyita sejumlah dokumen-dokumen terkait pembahasan anggaran. "Saya belum bisa mengonfirmasi iya atau tidak yang bisa saya sampaikan ada peristiwa penggeledahan yang dilakukan. Kalau sudah penggeledahan sudah pasti ada penyidikan tapi kasusnya apa, tersangkanya siapa, kami belum bisa sampaikan saat in," ujar Febri.
Yang jelas, sambung Febri, proses penggeledahan perlu dilakukan untuk mengamankan lebih awal bukti-bukti yang ada. "Nanti kalau sudah lengkap informasinya dan beberapa kegiatan awal ini sudah dilakukan baru kami sampaikan," ucap Febri.
Selain ruang kerja Budi, ruangan kerja Direktur Utama (Dirut) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dokter Soekardjo juga disegel oleh KPK. Dirut RSUD dr Soekardjo, Wasisto Hidayat mengonfirmasi penyegelan itu meski belum melihat langsung ruang kerjanya saat ini.
Menurut dia, penyegelan itu dilakukan terkait kasus dana alokasi khusus (DAK) yang diterima RSUD dr Soekardjo pada 2018 lalu. Menurut dia, saat itu pihaknya memang menerima bantuan sebesar Rp 18 miliar. "Memang tahun itu ada bantuan dari DAK RP 18 Miliar untuk alat kesehatan," kata dia saat dikonfirmasi kemarin.
Diketahui, pada 14 Agustus 2018, Budi pernah diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap dana perimbangan keuangan daerah pada RAPBN Perubahan Tahun Anggaran 2018. Budi diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Yaya Purnomo.
Dalam kasus itu, Yaya diduga menerima suap terkait upaya meloloskan dua proyek Dinas PUPR dan Dinas Perumahan, kawasan Permukiman dan Pertanahan di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, agar masuk dalam APBNP 2018.
Untuk memuluskan dua proyek itu, Yaya melakukan 'cawe-cawe' dengan anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Demokrat, Amin Santono. Berdasarkan pengembangan penyidikan, Amin dan Yaya diduga menerima suap untuk mengupayakan usulan dana dari daerah lain agar masuk dalam RAPBN Perubahan.
Yaya terbukti menerima gratifikasi senilai Rp 6,52 miliar, 55 ribu dolar AS, dan 325 ribu dolar Singapura. Uang tersebut berasal dari beberapa daerah terkait dengan pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Insentif Daerah (DID) APBN-P tahun 2018, termasuk salah satunya terkait pengajuan DAK Kota Tasik.
Pemerintah Kota Tasikmalaya mengajukan usulan DAK senilai Rp 53,730 miliar yang terdiri atas DAK Reguler bidang jalan senilai Rp 47,790 miliar serta DAK bidang irigasi senilai Rp 5,9 miliar. Selain itu Pemkot Tasikmalaya juga mengusulkan DAK untuk bidang kesehatan sekitar Rp 29,9 miliar, DAK Prioritas daerah senilai Rp 19,9 miliar dan Rp 47,7 miliar. Yaya menerima fee atas usulan tersebut.