REPUBLIKA.CO.ID, SERANG -- Gubernur Banten Wahidin Halim menuturkan kita semua bisa belajar tentang kehidupan dari tradisi Seba Badui. Tradisi Seba akan dihelat 4 Mei mendatang.
"Kita sebenarnya yang diajari hidup sama orang Baduy, dia mah hidup tenteram, gotong royong tidak merusak alam," ujar Wahidin sambil tersenyum saat ditanya terkait pesan yang akan disampaikannya ke suku Badui saat mengadakan tradisi Seba Badui, Kamis (25/4).
Dia menuturkan suku Badui patut menjadi teladan dalam tata cara kehidupan bermasyarakat. Warga Badui hidup secara guyub dan bersatu, memelihara persatuan hingga menjaga kelestarian alam. Perilaku itulah yang menurut dia perlu ditiru oleh masyarakat lainnya.
"Kita ini malah yang sering gelut, dia mah berbahagia nggak ada ribut-ribut, nggak ada hoaks, harusnya Gubernur, Kanwil (Kemenag) belajar sama orang Badui," ucap Wahidin.
Terkait tradisi Seba, ia mengaku akan selalu menerima mereka di tradisi tahunan yang sudah rutin dilakukan sejak ratusan tahun lalu itu. Pesan dari masyarakat Badui yang selama ini dirasakan Wahidin selama ini juga baik.
Warga Badui saat melakukan prosesi tradisi Seba Badui 2018 lalu. Terlihat warga Badui Dalam memakai pakaian serbaputih dan Badui Luar yang mengenakan pakaian hitam dan kain kepala biru.
Seba Badui merupakan tradisi yang ada di Desa Kanekes. Mereka melakukan perjalanan untuk mempersembahkan hasil panen mereka sebagai ungkapan rasa syukur. Tradisi ini juga dimaksudkan sebagai penghormatan suku Badui kepada kepala daerah setempat atau yang mereka sebut dengan "Bapa Gede" yang saat ini merupakan bupati Lebak dan gubernur Banten.
"Tradisi Seba ini menjadi daya tarik bagi masyarakat umum untuk mengetahuinya. Bahwa Banten mempunyai satu tradisi budaya yang tidak dimiliki oleh dunia mana pun juga, sehingga itu menarik untuk dipelajari masyarakat,” ujar Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Banten Eneng Nurcahyati.
Eneng juga menuturkan, helatan Seba Badui ini memang sudah menjadi tradisi yang menjadi momen edukasi bagi masyarakat, khususnya wisatawan yang biasanya dapat menarik ribuan yang datang. Tradisi Seba telah menjadi momen edukasi bagi pengunjung yang berasal dari banyak latar belakang.
"Ada juga orang-orang yang tujuannya petualangan karena masuk ke Badui Dalam itu kan butuh tantangan. Jadi, masing-masing segmen punya maksud berbeda. Ada juga masyarakat umum yang sekadar ingin tahu. Tapi, kalau dilihat dari survei, kebanyakan mereka tertarik mempelajari budayanya," kata Eneng.
Meskipun saat ini suku Badui telah dijadikan sebagai objek wisata budaya, Eneng memastikan hal itu tidak akan menggerus karakteristik Badui sebagai suku yang dikenal ketat menolak penggunaan berbagai teknologi baru, khususnya suku Badui Dalam.
Selain prosesi tradisi Seba, Dinas Pariwisata juga menggelar kegiatan Festival untuk memeriahkan wisata Badui ini. Festival akan dimulai sejak 29 April hingga 5 Mei nanti. Beragam kegiatan sudah direncanakan dalam festival tersebut dari mulai kegiatan edukasi seperti pelatihan fotografi, pelatihan menulis esai, hingga talkshow ekowisata. Ada juga hiburan tradisional hingga modern seperti wayang golek, permainan tradisional dan juga penampilan musik modern.