REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sutradara Garin Nugroho menyesalkan munculnya petisi untuk tidak menonton film teranyarnya, Kucumbu Tubuh Indahku. Menurut dia, pelarangan itu sangat tidak relevan karena dilakukan tanpa proses dialog bahkan tanpa menonton utuh film tersebut.
Petisi yang kemudian diviralkan di media sosial itu dinilai sebagai suatu upaya penghakiman massal tanpa proses keadilan, dan hanya melahirkan anarkisme massal.
"Bagi saya, anarkisme massa tanpa proses dialog ini akan mematikan daya pikir terbuka serta kualitas warga bangsa. Juga memerosotkan daya kerja serta cipta yang penuh penemuan warga bangsa," kata Garin seperti dikutip dari laman Instagram pribadinya garin_film, Kamis (25/4).
Garin juga mengaku prihatin atas fenomena penghakiman massal tanpa dialog tersebut. Bahkan menurut dia, petisi atau pelarangan menonton sebuah karya seni (film) telah mengancam demokrasi.
"Bagi saya, kehendak atas keadilan dan kehendak untuk hidup bersama dalam keberagaman tanpa diskriminasi dan kekerasan tidak akan pernah dibungkam dan oleh apapun, baik senjata hingga anarkisme massal tanpa proses keadilan," kata dia.
Film Kucumbu Tubuh Indahku terinspirasi dari kisah hidup Rianto, seorang penari Lengger yang memiliki sifat maskulin dan feminin dalam satu tubuh. Film tersebut telah tayang di bioskop Indonesia mulai 18 April 2019.
Salah satu petisi untuk tidak menonton film tersebut datang dari Pemkot Depok. Menurut Wali Kota Depok Mohammad Idris, film tersebut memiliki konten negatif penyimpangan seksual dan dapat mempengaruhi generasi muda.
Untuk itu, pihaknya telah menyurati Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) soal penayangan film berjudul Kucumbu Tubuh Indahku di bioskop yang berada di Kota Depok. Surat bernomor 460/165-huk-DPAPMK tertanggal 24 April 2019 itu merupakan bentuk keberatan kepada KPI untuk ditayangkannya film itu di bioskop-bioskop Kota Depok.