REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) membantah ada aliran dana Rp 300 juta yang dikirim untuk Mukhtamar NU di Jombang pada 2015, seperti keterangan Wakil Bendahara KONI, Lina Nurhasanah. PBNU memastikan tiada aliran uang yang diterima Panitia Mukhtamar NU dari KONI.
Lina dalam sidang kasus suap dana hibah yang diajukan KONI ke Kemenpora dengan terdakwa Ending Fuad Hamidy menuturkan, jika Sekjen KONI tersebut memberikan Rp 300 juta untuk Mukhtamar NU. Namun Ketua PBNU bidang Hukum, HAM dan Perundang-Undangan, Robikin Emhas menilai keterangan Lina mengada-ada.
“Barusan saya dapat konfirmasi dari Pak Fanani, Wakil Bendahara Panitia Muktamar. Beliau memastikan tidak ada uang yang diterima Panitia Muktamar dari KONI,” kata Robikin kepada Republika, Kamis (25/4).
Lebih dari itu, menurut Robikin keterangan Lina pun tak cocok dengan pelaksanaan Muktamar NU di Jombang yang berlangsung pada 2015. “Jangan mengada-ada ah. Sidang kasus tersebut adalah perkara suap menyuap tahun kemarin, bukan? Lalu apa hubungannya? Selain itu, menurut berita media melansir keterangan saksi Lina, uang Rp 300 juta yang dimaksudkan adalah di tahun anggaran 2016. Sedangkan Muktamar Jombang adalah tahun 2015. Jadi, dari segi waktu itu tidak make sense,” katanya.
Dalam sidang di pengadilan Tipikor Jakarta pada Kisaran (25/4) Sekjen KONI, Ending Fuad Hamidy disebut pernah memberikan uang Rp 300 juta untuk mukhtamar NU di Jombang. Uang itu berkaitan dengan dana hibah KONI ke Kemenpora. Hal itu terungkap dalam keterangan Wakil Bendahara KONI Lina Nurhasanah yang hadir sebagai saksi dalam persidangan itu.
“Lalu lintas keuangan itu ada mekanisme tersendiri. Tidak semua orang memiliki kewenangan untuk menerima dan mengeluarkan uang, sekalipun dalam suatu kepanitiaan kegiatan. Semua itu untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Jangan orang mengatasnamakan kepanitiaan tertentu dan membawa-bawa nama NU, lalu NU yang disebut-sebut. Itu bisa menjadi fitnah bagi NU,” kata Robikin. Robikin pun mengatakan PBNU mendukung penegakan hukum bidang korupsi fokus pada upaya pemberantasan korupsi.
Ending Fuad Hamidy didakwa dalam kasus suap senilai Rp 400 juta pada Deputi IV Kemenpora, Mulyana serta dua staf Kemenpora yakni Adhi Purnomo dan Eko Triyanta. Suap itu ditujukan untuk mempercepat proses pembelajaran cairan dana hibah yang diajukan KONI ke Kemenpora. Andrian Saputra