REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un mengatakan perdamaian dan keamanan di Semenanjung Korea tergantung sikap Amerika Serikat (AS) ke depan. Hal itu diungkapkan dalam pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, dilaporkan oleh kantor berita KCNA, Jumat (26/4).
Pernyataan Kim dianggap sebagai tekanan terhadap AS karena kesepakatan dengan Korut mengenai upaya denuklirisasi tak kunjung tercapai. Sebelumnya, pertemuan antara dua pemimpin negara di Ibu Kota Hanoi, Vietnam Februari lalu membuahkan kegagalan. Tidak ada kesepakatan yang dicapai masing-masing pihak.
Kim menyalahkan tidak tercapainya kesepakatan dalam pertemuan antara dirinya dan Presiden AS Donald Trump karena tuntutan sepihak AS. Sedangkan tuntutan Korut agar dikuranginya sanksi internasional tak dapat dipenuhi.
Karena itu, Kim mempertanyakan apakah sebenarnya AS memiliki keinginan tulus memperbaiki hubungan dua negara dan mewujudkan denuklirisasi Semenanjung Korea. Meski demikian, pria berusia 35 tahun itu menekankan secara pribadi tak ada masalah antara dirinya dan Trump.
“Situasi di Semenanjung Korea dan wilayah sekitarnya saat ini mencapai titik krisis, di mana dapat kembali seperti semula karena AS mengambil sikap sepihak dengan iktikad buruk dalam pembicaraan dengan Korut baru-baru ini,” ujar Kim Jong-un dilaporkan KCNA.
Kim mengatakan Korut akan menunggu perubahan sikap AS hingga akhir tahun ini. Ia tidak ragu menekankan Korut terus bersiap menghadapi berbagai situasi yang mungkin terjadi.
Dalam kunjungannya ke Rusia untuk bertemu Putin, Kim nampaknya berusaha mencari dukungan internasional untuk Korut. Kedua pemimpin negara disebut melakukan diskusi mendalam mengenai cara-cara mempromosikan komunikasi strategis dan kolaborasi taktis dalam rangka memastikan perdamaian dan keamanan di semenanjung Korea dan di kawasan itu secara keseluruhan.