REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kementerian Keuangan meminta daerah mulai mempersiapkan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) untuk membiayai infrastruktur. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, pos APBN untuk proyek infrastruktur di Indonesia sangat besar. Namun, hal itu belum cukup memenuhi kebutuhan sesuai dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN).
"Tahun 2019 ini, infrastruktur masih merupakan pos belanja yang cukup besar, yaitu Rp 415 (triliun), masih kalah (besar) dengan pendidikan, namun termasuk the second largest spending untuk Indonesia," ujar Sri Mulyani di acara Infrastructure Summit 2019: Empowering University for Continuous PPP Infrastructure Development in Rehional Government” di Grha Sanusi Unpad, Jumat (26/4).
Sri mengatakan, infrastruktur adalah hal yang penting didalam menopang momentum pertumbuhan ekonomi. Infrastruktur menciptakan kesejahteraan sekaligus mengurangi kemiskinan serta kesenjangan.
Sri pun mengeluh banyak pengamat malah lebih fokus melihat dari sisi belanja modal di pemerintah pusat meski infrastruktur penting menopang pertumbuhan ekonomi. Padahal, banyak belanja infrastruktur itu sekarang diserahkan ke daerah, termasuk dana alokasi khusus (DAK) termasuk dalam APBD masing-masing kepala daerah.
Melihat angka pembiayaan itu, kata dia, kemampuan APBN pemerintah Indonesia tidak akan bisa memenuhinya. Untuk itu, diperlukan skema pendanaan yang bisa menjadi solusi.
"Pilihannya apakah kita akan menunggu sampai pemerintah punya uang sendiri, sementara kebutuhan tidak bisa menunggu," ujarnya.
Sehingga, skema kerjasama pemerintah dan badan usaha (KPBU/public private partnership) dan partisipasi swasta menjadi salah satu solusi yang tidak bisa dihindarkan, atau bahkan menjadi kebutuhan. "Seperti kalau bapak melihat, kalau kita membutuhkan air bersih, dan kita tidak memiliki anggaran hari ini, apakah kita akan menunggu 10 tahun lagi untuk memiliki air bersih?” katanya.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengatakan, hampir semua daerah di Indonesia berpikir sangat konvensional dalam penggunaan anggaran. Mereka hanya mengandalkan dana yang ada di APBD saja.
"Punya APBD 100 ya 100, akibatnya, mau mengaspal jalan 100 meter kira-kira, hari ini 20 meter dulu tahun kesatu, nanti nunggu uang dulu, sampai tahun ke lima selesai 100 meter," katanya.
Pemikiran itu, kata dia, sangat berbeda dengan konsep negara-negara maju, seperti Korea, Malaysia atau inggris. Mereka memanfaatkan skema pembiayaan pembangunan semua sektor menggunakan public private partnership atau KPBU.