REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Utama Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Manajemen STIAMI Dedy Kusna Utama menilai kepedulian masyarakat pada pemilu 2019 ini amat baik bagi perjalanan demokrasi di Indonesia. Bila pada pemilu-pemilu sebelumnya masyarakat terkesan tak peduli namun kesadaran saat ini begitu tinggi.
“Kalau sekarang masyarakat lebih courisity, itu bagus dimana tingkat kesadaran masyakarakat dalam ikut pemilu tinggi dan mereka ikut mengawasi satu persatu proses pemilu. Hal ini akan membuat demokrasi di negara menjadi baik,” kata Dedy Kusna Utama di Jakarta Dalam wisuda Institut Ilmu Sosial dan Manajemen STIAMI (Institut STIAMI) berdasarkan rilis yang diterima Republika.co.id
Menurut dia, dalam negara demokrasi, tingkat partisipasi masyarakat ikut membantu kelancaran perjalanan demokrasi. Ketika ada kesadaran dari civil society hal itu akan membuat demokrasi berjalan dengan baik. “Dalam demokrasi memang dibutuhkan watchdog atau pengawas. Jadi kalau masyarakat sudah ikut mengawasi maka sistem akan berjalan dengan baik,” ujar dia.
Dedy menepis anggapan bahwa bila ada protes, kritik dan masukan dari masyarakat terkait pemilu dimaksudkan untuk mendelegitimasi penyelenggara pemilu. “Terlalu mahal biayanya yang harus ditanggung bila ada upaya delegitimasi tersebut. Saya justru melihat kritik masyarakat ini akan memperkuat demokrasi. Ini akan memperkuat demokratisasi ketika masyarakat ikut mengawasi jalannya pelaksanaan pemilu dengan cermat,” kata dia.
Namun, kata Dedy, di sisi lain penyelenggara pemilu juga harus membuka diri apapun tanggapan dan masukan dari masyarakat harus direspons dengan baik. Justru itu adalah bantuan gratis yang diberikan masyarakat.
Dedy menyebut juga ada satu fenomena menarik dimana sekarang ini kalangan ibu-ibu pun sudah peduli dengan politik dan sangat aktif, terlepas dari siapa kontestasi yang yang didukung. Hal ini bisa jadi buah dari afirmasi target 30 persen komposisi untuk perempuan di dalam dunia politik nasional.
Namun ada satu hal yang menjadi keprihatinan kalangan akademisi dalam pelaksanaan pemilu kali ini adalah soal banyaknya petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia.
“”Hal yang harus menjadi kajian dengan banyak petugas KPPS yang meninggal dunia, apakah karena faktor pemilu yang digelar serentak sehingga beban kerja petugas KPPS begitu berat atau karena adanya tekanan atau pressure dari masyarakat yang membuat mereka bekerja di bawah tekanan,” kata dia.
Sementara itu, Rektor Institut Ilmu Sosial dan Manajemen STIAMI Dr Ir Panji Hendrarso MM juga memandang positif pelaksanaan pemilu kali ini dan tidak perlu galau atau bereaksi berlebihan. Keriuhan dalam pemilu ini merupakan hal wajar dan bagus dalam sebuah demokrasi dan harus membiasakan aspek keterbukaan yang ditunjukan masyarakat.
“Paling tidak mari membangun tradisi baru, keterbukaan, sudah ada partisipasi masyarakat. Semua ini akan memudahkan kerja-kerja pemerintah. Sebab kalau partisipasi masyarakat semakin tinggi maka semakin mudah. Jadi bisa saja kedepan nanti kampanye tidak perlu dengan pengerahan massa tapi cukup dengan media sosial saja. Orang bisa berkampanye dengan berbasis online dan bisa dinikmati di rumah, lalu bisa terjadi dialog dalam chatting,” kata dia.