REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin kembali menyinggung data-data klaim kemenangan Badan Pemenangan Nasional (BPB) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Hal itu menyusul permintaan formulir C1 oleh BPK kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) baru-baru ini.
"Itu membuktikan bahwa mereka tidak punya data. Artinya klaim mereka dari hari pertama sudah mencapai 40 persen data C1 itu bohong semua," kata Juru Bicara TKN Arya Sinulingga, Sabtu (27/4).
TKN menilai langkah permintaan formulir C1 ke bawaslu oleh BPN ini mengundang kritik publik. Artinya, ada ketidakkonsistenan antara kata dengan perbuatan BPN. TKN melanjutkan, usaha BPN meminta C1 dari Bawaslu merupakan bentuk pengakuan tidak langsung akan kredibilitas lembaga yang selama ini dikritisi.
"Sudah gembar-gembor deklarasi kemenangan tapi minta data C1 ke Bawaslu. Jadi atas dasar apa kemarin deklarasi kemenangan?" kata Direktur Konten TKN Fiki Satari.
Menurut Fiki, klaim BPN telah memiliki ratusan ribu C1 patut untuk diragukan. Apalagi, BPN selama ini tidak mau jujur membuka transparansi penghitungan suara versi mereka.
Wakil Direktur Direktorat Saksi TKN Lukman Edy menduga BPN sengaja hanya menghitung dan mengumpulkan data C1 dari TPS-TPS yang mereka menangkan saja. Dia menuding BPN tidak menghitung TPS yang dimenangkan paslon 01 Jokowi-Amin.
Lukman melanjutkan, hal itu juga dibuktikan dengan dibukanya beberapa fakta perkembangan hitung manual TKN yang menyebutkan kebohongan klaim kemenangan Prabowo. "Jelas Selection Bias tidak fair. Bisa jadi sekarang mereka kesulitan untuk kumpulkan data C1 dari seluruhnya sehingga minta data ke Bawaslu," kata Lukman.
Sebelumnya, Bawaslu mengonfirmasi jika BPN telah mengajukan surat resmi permintaan untuk mendapatkan dokumen C1 pada Kamis (25/4). BPN berpendapat formulir C1 merupakan milik publik dan bukan rahasia. Karena itu,semua pihak bisa mengaksesnya.