Sabtu 27 Apr 2019 13:03 WIB

15 Orang Tewas dalam Operasi Pasukan Militer Sri Lanka

Enam di antara yang tewas dalam operasi pasukan militer Sri Lanka adalah anak-anak.

Rep: Puti Almas/ Red: Nur Aini
Seorang petugas keamanan berjaga di luar Gereja St. Anthony di Kolombo, Sri Lanka, usai serangan bom saat Paskah di gereja itu, Rabu (24/4).
Foto: AP Photo/Gemunu Amarasinghe
Seorang petugas keamanan berjaga di luar Gereja St. Anthony di Kolombo, Sri Lanka, usai serangan bom saat Paskah di gereja itu, Rabu (24/4).

REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO — Sebanyak 15 jenazah, termasuk enam di antaranya adalah anak-anak ditemukan dalam sebuah operasi yang dilakukan pasukan militer Sri Lanka. Dalam sebuah laporan, operasi itu dilakukan di sebuah rumah di Kalmunai, kota di wilyah timur negara itu. 

Rumah tersebut diduga menjadi tempat berlindung bagi kelompok yang terafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Dalam penyerbuan, pasukan militer menemukan tempat penyimpan senjata, hingga sebuah drone, dan seragam kelompok militan tersebut. 

Baca Juga

Sebelumnya, baku tembak juga terjadi antara pasukan militer dan terduga anggota kelompok militan yang berada di rumah itu pada Jumat (26/4) malam. Sebagian orang yang tewas diketahui sebagai warga sipil yang terjebak dalam penyerbuan tersebut. 

Operasi yang diluncurkan oleh militer Sri Lanka tersebut dilakukan setelah terjadinya serangkaian pengeboman terkoordinasi yang menargetkan tiga gereja dan tiga hotel di Ibu Kota Kolombo pada 21 April lalu. Setidaknya 253 orang tewas dan 500 lainnya terluka dalam peristiwa ini. 

Sebagian besar korban tewas dalam serangan bom terkoordinasi tersebut adalah warga Kristiani yang sedang menghadiri ibadah kebaktian paskah. Selain itu, 35 warga asing, di antaranya berasal dari Jepang, Belanda, Cina, Inggris, Amerika, dan Portugis juga berada di antara korban tewas. 

National Thowheeth Jama’ath (NTJ) diketahui sebagai kelompok berideologi teroris dan telah dituding berada di balik serangan tersebut, meski pihak berwenang Sri Lanka tidak menutup kemungkinan adanya keterlibatan kelompok atau organisasi teroris asing karena melihat skala besarnya insiden tersebut. Pemerintah negara itu juga telah meminta bantuan internasional untuk melakukan penyelidikan. 

Sebelumnya, Pemerintah Australia mengkonfrimasi bahwa pelaku serangan bom Sri Lanka didukung oleh ISIS. Laporan itu muncul diikuti dengan klaim kelompok militan tersebut yang mengatakan berada di balik insiden dan mendistribusikan video yang memperlihatkan pemimpin NTJ, Mohamed Zahran berjanji setia kepada ISIS.

Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena kemudian mengatakan dalam sebuah konferensi pers bahwa sekitar 140 orang di negara itu telah diidentifikasi memiliki hubungan dengan ISIS. Ia menegaskan bahwa pihak berwenang memiliki kemampuan maksimal untuk mengendalikan kekuatan ISIS di negara Asia Selatan tersebut. 

Saat ini, Pemerintah Sri Lanka memberlakukan keadaan darurat, yang memungkinkan pihak berwenang melakukan tindakan lebih luas terhadap tersangka kejahatan, termasuk melakukan penahanan dan proses interogasi tanpa adanya perintah pengadilan. Saat ini, jam malam masih diberlakukan di negara itu, mulai pukul 10 malam hingga 4 pagi. 

Masyarakat juga dihimbau untuk tidak keluar rumah, termasuk ke sejumlah tempat ibadah yang dianggap rawan. Umat Muslim di Sri Lanka masih merasakan kekhawatiran dan banyak yang memilih untuk melaksanakan shalat di rumah masing-masing. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement