Sabtu 27 Apr 2019 14:26 WIB

Upaya Mualaf Selandia Baru Kampanyekan Islam Lewat Film

Film bertajuk Freedom mengenalkan Islam dari para mualaf.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Nashih Nashrullah
Berbagai elemen masyarakat membuat tirai manusia ketika umat muslim melaksanakan sholat jumat pertama pascapenembangan di dua masjid kota Christchurch pada Jumat (15/3) di Kilbirnie, Wellington, Selandia Baru, Jumat (22/3/2019).
Foto: Antara/Ramadian Bachtiar
Berbagai elemen masyarakat membuat tirai manusia ketika umat muslim melaksanakan sholat jumat pertama pascapenembangan di dua masjid kota Christchurch pada Jumat (15/3) di Kilbirnie, Wellington, Selandia Baru, Jumat (22/3/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, Alison Dunn yang kini bernama Anisah Abdullah, bercerita tentang kisahnya yang masuk Islam dan menikahi suaminya di Malaysia. Dia meninggalkan Christchurch, Selandia Baru, pada 1979 silam.

Anisah merupakan satu dari 50 Muslim yang ditampilkan dalam film dokumenter berjudul Freedom yang dibuat untuk mengubah narasi tentang Islam di dunia. Film itu menjelaskan bagaimana sentimen anti-Islam telah meningkat secara global.

Baca Juga

Freedom, disutradarai dan diproduksi oleh Julien Drolon yakni seorang berkebangsaan Prancis yang pindah agama menjadi Islam, dan mengikuti istrinya bernama Zara Shafie tinggal di Malaysia.

Tur film ini salah satunya ke Selandia Baru, dengan melakukan enam pemutaran gratis yang dimulai dari Universitas Canterbury, Christchurch, pada Sabtu (27/4) pukul 19.00 WIB.

Dilansir dari Stuff sebelum kedatangannya ke Selandia Baru, Shafie mengatakan ada penyajian yang keliru tentang Islam yang kemudian dimanifestasikan dengan serangan seperti di dua masjid Christchurch, pada 15 Maret 2019 lalu. “Saya pikir sudah waktunya bagi orang untuk mempelajari perspektif tentang Islam,” ujar Shafie yang juga ikut menyutradarai film bersama suaminya itu sebagaimana dikutip dari stuff.co.nz.

Dunia telah terpikat dan bangga, melihat bagaimana Pemerintah Selandia Baru bereaksi dengan cepat dan sensitif terhadap serangan itu. 

Shafie dan Drolon memulai syuting pada 2016, berbicara dengan orang-orang Muslim dari 25 negara untuk menjelaskan perspektif yang berbeda, terkait apa yang sering disalahpahami tentang Islam.

“Kami terus terang tidak senang dengan apa yang dikatakan tentang kami (Muslim) atau agama kami (Islam),” tutur Shafie.  

Anisah muncul dua kali dalam film tersebut, berbicara tentang pandangannya terhadap Islam sebagai seorang mualaf Selandia Baru. 

Bagaimana dia dibesarkan sebagai seorang Kristen dan dididik di Canterbury, sampai dia pindah ke Malaysia. Dia mengatakan pindah agama ke Islam terasa tepat baginya, meskipun awalnya membuat keluarganya terkejut. 

Pada 1970-an, ketika suaminya, Fauzi Abdul Samad, kuliah di jurusan teknik Universitas Canterbury, Christchurch belum memiliki satu pun masjid.  

Meski sudah pindah ke Malaysia, Anisah dan Fauzi masih sering mengunjungi Selandia Baru. Karena keempat anaknya kuliah di Canterbury dan Otago. 

photo
Warga Wellington memeluk umat muslim di Masjid Wellington saat pelaksanaan salat Jumat pertama pascapenembakan di dua masjid kota Christchurch pada Jumat (15/3) di Kilbirnie, Wellington, Selandia Baru, Jumat (22/3/2019).

Ketika putrinya tiba di Christchurch, dia menemukan masjid Al Noor, dan menjadi jamaah di sana. Putrinya yang dibesarkan di Malaysia itu, menemukan lingkungan yang baik dan lingkungan yang terbuka bagi budaya lain.  

Anisah dan anak-anaknya, semuanya merasakan hubungan mendalam dengan Selandia Baru, merasa sangat terkejut saat mengetahui serangan bulan lalu.  Dia berharap film ini menunjukkan bagaimana keyakinan muslim adalah kedamaian dan ketenangan yang menyejukkan.

“Saya harap film ini meninggalkan kesan positif pada penonton, tentang apa itu Islam dan memperlihatkan bagaimana Selandia Baru benar-benar menjadi darah kehidupan bagi Muslim yang datang ke sana,” ungkap Anisah.

Koordinator Film Selandia Baru, Ishrar Mohammed, mengatakan akan ada enam pemutaran film di lembaga-lembaga khusus di seluruh negeri, termasuk Universitas Canterbury pada 27 April 2019 mendatang.

Ishrar telah menonton film hasil produksi Malaysia ini, lantas langsung menghubungi Drolon agar bersedia datang ke Selandia Baru. “Dan dia (Drolon) bersedia membawa filmnya ke Selandia Baru, menurut dia, ini adalah waktu yang tepat untuk memutar filmnya di Selandia Baru,” kata dia.

 

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement