Sabtu 27 Apr 2019 14:49 WIB

Sri Lanka: Pengebom Dipengaruhi Ide Ekstremis di Australia

Salah satu pengebom Sri Lanka sempat berkuliah di Australia

Rep: Rossi Handayani/ Red: Nur Aini
Rumah pelaku pengeboman di gereja dan hotel di Sri Lanka.
Foto: ABC News
Rumah pelaku pengeboman di gereja dan hotel di Sri Lanka.

REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Perdana Menteri Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe mengatakan, militan yang melakukan pengeboman pada Hari Paskah dipengaruhi ide-ide ekstremis saat berada di Australia. Ia percaya salah satu penyerang mungkin telah diradikalisasi saat belajar di negara itu.

"Begitulah perasaan keluarga. Kami tahu ada beberapa militan di Australia di kalangan Muslim. Australia telah berperang (dalam perang melawan teror) di luar sana," kata Wickremesinghe di kediaman perdana menteri di Colombo, dilansir dari Guardian, Sabtu (27/4).

Baca Juga

Ia mengungkapkan, salah satu pengebom, Abdul Lathief Jameel Mohamed, mengambil gelar pascasarjana di Universitas Swinburne Melbourne pada 2009, dan meninggalkan negara itu pada 2013. Menurutnya, pelaku telah dipengaruhi oleh ide-ide ekstremis selama periode itu.

Wickremesinghe mengonfirmasi Mohamed, yang juga belajar di Inggris, berniat meledakkan bom di hotel mewah Taj Samudra. Hotel tersebut terletak di antara Hotel Cinnamon Grand, dan Shangri-La yang diserang pada Ahad (21/4).

Namun, bahan peledak gagal meledak, dan ia mundur ke sebuah wisma tempat dia tinggal di lingkungan Dehiwala. Ketika ia mencoba memperbaiki bom, bom itu meledak tanpa sengaja, membunuhnya dan dua lainnya.

"Dia berusaha memperbaikinya dan semuanya meledak," ujar Wickremesinghe.

Saudara perempuan Mohamed, Samsul Hidaya mengatakan, Jameel Mohamed setelah kembali dari Australia menjadi seorang pria yang berbeda. "Dia menjadi serius dan menarik diri dan bahkan tidak akan tersenyum pada siapa pun yang tidak dia kenal, apalagi tertawa," kata Hidaya.

Hidaya mengatakan ia lebih sering berdebat dengan kakaknya tentang agama. "Pada awalnya dia mulai mengutip tulisan suci dan saya akan mengatakan baik, Anda benar," ucap Hidaya.

Australia melaporkan pada Jumat bahwa Mohamed, 36 tahun, sebelumnya menjadi salah satu subjek penyelidikan terorisme oleh polisi Australia. Hal itu berdasarkan pada bukti yang menghubungkannya dengan perekrut ISIS, Neil Prakash.

Dalam laporan tersebut, keduanya diyakini tidak pernah bertemu. Akan tetapi, setidaknya ada tautan online di antara mereka berdua.

Prakash, 27 tahun, merupakan tokoh terkemuka dalam video propaganda ISIS. Di mana ia mendesak umat Islam untuk melakukan perjalanan ke Suriah dan Irak untuk bergabung dengan kekhalifahan mereka. 

Kewarganegaraan Australia Prakash dicabut pada Desember. Dia berada di penjara Turki dan didakwa melakukan pelanggaran terorisme.

Perburuan kaki tangan sembilan pembom bunuh diri berlanjut pada Sabtu. Seorang juru bicara militer menyatakan, mayat 15 orang, termasuk enam anak-anak, ditemukan setelah pertempuran sengit semalam di pantai timur Sri Lanka.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement