REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pegadaian (Persero) resmi meluncurkan layanan gadai tanah syariah atau Rahn Tasjily Tanah. Layanan tersebut ditujukan untuk menyasar pelaku usaha mikro yang membutuhkan modal usaha seperti petani, peternak hingga pemilik toko. Program tersebut diharapkan dapat menjembatani kebutuhan masyarakat akan modal usaha, bukan untuk menjebak para debitur terlilit utang.
Peneliti Senior Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah, Universitas Indonesia, Banu Muhammad, mengatakan, Rahn Tasjily Tanah merupakan layanan gadai tanah berbasis syariah pertama di Indonesia. Layanan tersebut, menurut dia, sangat positif bagi pelaku usaha mikro yang ingin produktif dalam menjalankan usahanya.
Namun, Banu menilai, penyaluran pinjaman dari para debitur yang menggadaikan sertifikat tanahnya perlu dipastikan akan pengetahuan finansialnya. Banu menekankan, hal itu sebagai antisipasi agar masyarakat yang menggadaikan tanah benar-benar menggunakan agunan sebagai modal usaha. Bukan untuk kebutuhan konsumtif yang tidak bisa memberikan nilai tambah untuk membayar utang.
“Itu yang harus dipastikan, bahwa masyarakat yang menerima ini harus tahu betul soal finansial sehungga bukan Pegadaian pun bukan hanya mengejar profit tapi di sisi lain masyarakat terjerat utang,” kata Banu saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (28/4).
Menurut Banu, hanya aspek dari sisi masyarakat saja yang perlu diantisipasi terkait program tersebut. Apalagi, Rahn Tasjily Tanah merupakan layanan pertama yang dibuat di Indonesia. “Saya pikir ini sudah bagus, tinggal memastikan penggadainya saja,” tuturnya.
Lewat adanya layanan Rahn Tasjily, pun diharapkan membantu pemerintah yang saat telah menggencarkan Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona). Salah satu luaran dari program tersebut yakni bagi-bagi sertifikat tanah kepada masyarakat agar dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk peningkatan ekonomi rumah tangga.
Lebih lanjut, Banu mengatakan, jikalau debitur tidak mampu menebus utangnya, penyelesaian akan dilakukan secara syariah. Tanah yang digadaikan akan dijual oleh pemberi agunan sesuai harga yang disepakati. Jika berlebih, akan dikembalikan kepada debitur, namun, jika kurang maka sisanya tetap dibebankan kepada debitur. Hal tersebut yang menjadi keunggulan dari penerapan sistem syariah.