REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menindaklanjuti kerjas ama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Keduanya sepakat untuk mengawasi pemulihan lahan bekas tambang yang selama ini diwajibkan bagi perusahaan tambang.
Menteri ESDM Ignasiun Jonan mengatakan pihak-pihak terkait dari kedua belah kementerian seperti Ditjen Migas, Ditjen Minerba, Ditjen Penegakan Hukum KLHK harus memastikan kewajiban reklamasi pascapenambangan harus dilakukan sesuai dengan persetujuan Analisis Mengenai Dampak dan Lingkungan (Amdal) yang diterbitkan.
"Saya sangat menganjurkan memang kerja sama ini bisa diterapkan dengan toleransi yang sangat minimal karena kritik masyarakat makin lama makin tinggi terhadap kerusakan apabila kegiatan reklamasi tidak dilakukan dengan baik," ujar Jonan, Senin (29/4).
Jonan mengaku Kementerian ESDM telah komitmen untuk mengurangi dampak lingkungan. Dia mengungkapkan tidak akan memberi pelayanan perijinan bagi perusahaan tambang yang tidak melalukan kewajiban mengurangi dampak lingkungan hidup.
Di lapangan, Jonan mengatakan, pihaknya telah meminta inspektur tambang untuk meningkatkan koordinasi dan kerja sama dengan Ditjen Penegakan Hukum, Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata lingkungan serta PPNS KLHK. Jonan juga menyarankan agar penegak hukum dan pemerintah daerah bisa turut dilibatkan.
Tidak hanya mengawasi reklamasi hutan, Jonan juga menegaskan mengenai rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS). Menurutnya, rehabilitasi DAS bukanlah sebatas program CSR melainkan sebuah kewajiban yang juga harus dijalankan.
Berdasarkan catatan KLHK pada 2018, terdapat 588 unit izin tambang yang menggunakan lahan pinjam pakai kawasan hutan seluas 402,62 ribu hektare. Sedangkan mengacu pada data Kementerian ESDM, pada 2019 luas realisasi reklamasi lahan bekas tambang baru mencapai 6.950 hektare dari realisasi di tahun sebelumnya berkisar 6.808 hektare. Sementara itu, terdapat 2.145 DAS yang tergolong rusak dan perlu dipulihkan.