Senin 29 Apr 2019 18:32 WIB

Cara Rasulullah SAW Menyikapi Perbedaan Keagamaan

Perbedaan dalam keagamaan dipandang sebagai bagian dari ijtihad.

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Shalat berjamaah (ilustrasi)
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Shalat berjamaah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sejak masa Nabi Muhammad telah terjadi perbedaan dalam persoalan keagamaan di tengah-tengah umat Islam. Di antaranya adalah terkait pelaksanaan ibadah shalat Ashar di perkampungan bani Quraidhah. 

Menurut pendiri sekaligus pengasuh Rumah Fikih, Ustaz Ahmad Sarwat, menjelaskan, dalam peristiwa shalat Ashar di perkampungan bani Quraidhah tersebut, umat Islam dapat mendapatkan pelajaran yang berharga dalam menyikapi perbedaan dalam fikih Islam.   

Baca Juga

Saat itu, para sahabat nabi terpecah menjadi dua. Sebagian sahabat melakukan shalat Ashar di perkampungan tersebut meskipun telah lewat Maghrib. Mereka melakukannya berdasarkan sabda nabi yang berbunyi: "Janganlah kalian shalat Ashar kecuali di perkampungan bani Quraidhah." 

Sementara, sebagian sahabat lainnya memandang tidak boleh melakukan shalat Ashar setelah lewat waktu Maghrib. Lalu, bagaimana Nabi menyikapi adanya dua perbedaan pendangan tersebut? 

Rasulullah SAW tidak menyalahkan kelompok mana pun karena kedua kelompok tersebut telah melakukan ijtihad dan taat terhadap perintah Allah SWT. Mereka hanya berbeda dalam memahami teks sabda Rasulullah. 

Dari hadis tersebut, jumhur atau mayoritas mengambil kesimpulan bahwa tidak ada dosa atas mereka yang sudah berijtihad karena Rasulullah tidak mencela salah satu dari dua kelompok sahabat tersebut.  

Sarwat mengutip pendapat Ibn al-Qayyim yang menyatakan bahwa para ahli fikih berselisih pendapat tentang pendapat kedua kelompok yang berbeda pendapat tersebut. Satu kelompok menyatakan bahwa yang benar adalah mereka yang menunda melakukan shalat Ashar dan melakukannya di perkampungan bani Quraidhah.  

Sementara, kelompok ahli fikih lainnya berpendapat bahwa yang benar adalah yang melakukan shalat Ashar pada waktunya ketika dalam perjalanan menuju perkampungan bani Quraidhah. Jadi, tidak ada yang salah dari pendapat kedua kelompok tersebut.   

Sementara, dalam tata cara ibadah shalat sendiri juga terdapat perbedaan. Sarwat mengatakan, ketika Nabi takbiratul ihram ada dua riwayat yang menyebutkan. Satu hadis menyebutkan bahwa Nabi mengangkat tangan sampai sebatas telinga, ada juga hadis yang menjelaskan bahwa Nabi mengangkat tangan hanya sebatas pundak atau dada. "Jadi kalau dalam kasus ibadah kayak shalat dan sebagainya, memang tata cara shalat Nabi itu juga beda-beda,"  kata Sarwat.    

 

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement