Selasa 30 Apr 2019 12:28 WIB

Cucu Nelson Mandela Bicara Pembebasan Palestina

Cucu Nelson Mandela meminta Palestina mengikuti jejak Afrika Selatan dalam berjuang.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nur Aini
Nelson Mandela saat diabadikan pada tahun 2005.
Foto: EPA/Kim Ludbrokk
Nelson Mandela saat diabadikan pada tahun 2005.

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Cucu mendiang pemimpin ikonik Afrika Selatan Nelson Mandela, Mandla Mandela, meminta Palestina berjuang melawan Israel dengan mengikuti jejak Afrika Selatan. Hal itu disampaikan dalam sebuah wawancara dengan kantor berita Turki, Anadolu Agency.

Mandla Mandela mengatakan masyarakat Afsel hidup selama beberapa dekade di bawah rezim apartheid di negara mereka. "Namun, kami dapat mengalahkannya," katanya. Saat itu, kata Mandla, mereka harus menyatukan barisan untuk membawa semua orang yang tertindas di Afrika Selatan melintasi batas-batas nasional dan perbedaan gender. 

Baca Juga

Pada akhirnya semua mampu berbicara dengan satu suara dan penindasan telah membantu secara efektif dalam sebuah strategi. Afsel menjalin hubungan diplomatik dengan Palestina pada 1995, setahun setelah berakhirnya pemerintahan minoritas kulit putih.

Sejak itulah, ibu kota Afsel, Pretoria tetap sangat kritis terhadap penganiayaan Israel yang terus-menerus terhadap Palestina, termasuk kebijakan lama membangun permukiman ilegal Yahudi di tanah Arab di Tepi Barat yang diduduki.

Mandla Mandela menuturkan, warga Afsel yang tinggal di luar negeri selama rezim apartheid di negaranya menjadi duta besar yang aktif memperjuangkan pembebasan. Mereka dimobilisasi dan bekerja keras untuk membuat dunia sadar akan kebrutalan dan kekejaman yang dilakukan terhadap orang-orang Afsel yang tak berdaya saat itu.

Menurut Mandla, upaya seperti itu telah membantu menarik dukungan global dan memicu kampanye solidaritas. Dia juga menyinggung Gerakan Anti-Apartheid, yang mengarah pada peluncuran kampanye pro-Afsel di seluruh dunia. Hal itu menyebabkan adanya boikot terhadap produk yang datang dari Afsel, termasuk aktivitas olah raga.

"(Gerakan tersebut mampu) melobi pemerintah untuk menjatuhkan sanksi pada Afrika Selatan. Semua inisiatif ini menyebabkan runtuhnya rezim apartheid di Afrika Selatan," katanya.

Mandla Mandela percaya perjuangan Afsel melawan pemerintahan kulit putih-minoritas saat itu bisa menjadi model bagi Palestina untuk menentang pendudukan Israel selama puluhan tahun. "Hari ini, kita menyaksikan wajah buruk rezim apartheid di Israel," katanya.

Mandla juga meyakini, karena Afsel bisa merusak rezim apartheid, maka bukan tak mungkin rezim serupa yang dilakukan Israel dapat diruntuhkan. "Kami mengatakan kepada dunia bahwa karena kami dapat merusak rezim apartheid di Afrika Selatan, kami akan dapat melakukan ini dengan rezim apartheid di Israel," ujarnya.

Semua kelompok politik di Palestina, kata Mandla, harus bergandengan tangan dan bersatu melawan pendudukan Israel. Menurut dia, semua kelompok di Palestina harus berhenti memandang satu sama lain secara garis kelompok.

Enam juta warga Palestina yang tinggal di pengasingan dapat menjadi duta besar yang efektif dengan maksud untuk melobi semua orang di seluruh dunia untuk mendukung tujuan mereka. Selain itu, Palestina perlu mengambil keuntungan dari resolusi PBB yang mengkriminalkan apartheid.

"Apartheid adalah kejahatan global dan itu adalah peran kami untuk mengekspos wajahnya yang buruk, terutama di Israel, dengan membawanya ke semua jenis pengadilan (internasional)," kata Mandla.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement