REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Puasa wajib di bulan Ramadhan merupakan salah satu Rukun Islam. Setiap Muslim yang sudah memenuhi kriteria wajib hendaknya tidak menyia-nyiakan amalan tersebut.
Prof Nasaruddin Umar dalam uraiannya di Dialog Jumat Ramadhan memaparkan tentang hal-hal yang bisa membatalkan puasa atau merusak pahala puasa. Berbagai mazhab fikih, lanjut dia, menilai terdapat 11 hal pembatal puasa. Perinciannya sebagai berikut.
Berhubungan suami-istri (alwatha') saat waktu puasa,
Menyuntikkan nutrisi ke dalam tubuh untuk menghilangkan rasa lapar dan/atau dahaga,
Keluarnya darah haid/menstruasi bagi perempuan,
Melakukan masturbasi yang menyebabkan keluarnya "cairan",
Memasukkan air ke dalam kerongkongan untuk menyegarkan diri dari rasa haus (bukan berkumur-kumur saat wudhu atau bersikat gigi),
Tetap makan, minum, atau berhubungan suami-istri dengan asumsi subjektif bahwa fajar belum terbit, padahal ada yang meyakinkannya kalau fajar sudah terbit; pun dia sendiri mampu membuktikannya dengan berusaha menyaksikan fajar sudah terbit,
Muntah yang disengaja,
Menyengajakan tidur setelah bangun sekali dan belum mandi junub sehingga dia (orang yang junub itu) bangun lagi setelah fajar terbit,
Memasukkan ke dalam mulut sesuatu yang bisa memberikan kepuasan tersendiri, seperti bubukm tepung yang tebal, dan/atau asap rokok.
Jika salah satu dari ke-11 hal itu dilakukan, puasa yang dilakukan seseorang bisa dinyatakan batal. Di antaranya, ada yang mengharuskan penggantian (qadha). Atau, bahkan disertai dengan hukuman tambahan (kafarat), yaitu memilih salah satu di antara sanksi-sanksi. Mereka berupa pembebasan seorang budak, berpuasa dua bulan berturut-turut, atau memberi makan sebanyak 60 orang fakir miskin.