REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pembinaan aparatur sipil negara harus dilakukan dalam kerangka membina pelaksanaan otonomi daerah (Otda). Hal tersebut dimaksudkan untuk mencapai efektivitas operasi pemerintahan di daerah, sehingga tugas dan fungsi masing-masing bagian berjalan dengan maksimal.
Hal tersebut dikemukakan Sekjen Kemendagri, Hadi Prabowo dalam promosi doktor ilmu pemerintahan IPDN di Jakarta pada Selasa (30/4). Pihaknya memberi catatan, bahwa pelaksanaan pembinaan dan pengawasan masih belum maksimal. Terlihat dari tidak adanya koordinasi Binwas umum dan teknis antara Kemendagri dan Kementerian/Lembaga.
Juga program Binwas tidak terencana secara komprehensif dan cenderung sporadis dengan mengedepankan ego sektoral yang berakibat pada daerah seringkali merasa kesulitan dan kerepotan mendapatkan Binwas dari beberapa lembaga dengan waktu yang tidak terkoordinasi.
Melalui desertasinya, Hadi Prabowo menguji dan menganalisis pengaruh implementasi kebijaksanaan pembinaan dan pengawasan terhadap efektivitas pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia.
Penelitian itu adalah campuran two stages (two stages mixed method) dengan pendekatan kuantitatif terlebih dahulu. Kemudian diikuti dengan pendekatan kualitatif. Pada tahap kuantitatif, penelitian ini menggunakan analisis regresi. Pada pendekatan kualitatif digunakan analisis metode ASOCA (ability, strength, opportunities, culture, dan agility).
Penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi kebijaksanaan menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap efektivitas pelaksanaan otonomi daerah. nyaPengaruh sebesar 18,9 persen. “Semakin baik Implementasi Kebijaksanaan akan semakin efektif pelaksanaan otonomi daerah,” ujar Hadi Prabowo.
pembinaan dan pengawasan menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap efektivitas pelaksanaan otonomi daerah. Angkanya sebesar 47,3 persen. Dengan demikian, semakin baik pembinaan dan pengawasan akan semakin efektif pelaksanaan otonomi daerah
Ketiga, implementasi kebijaksanaan dan pembinaan dan pengawasan secara bersama-sama menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap efektivitas pelaksanaan otonomi daerah dengan pengaruh sebesar 66,2%. Dengan demikian, semakin baik implementasi kebijaksanaan dan pembinaan dan pengawasan akan semakin efektif pelaksanaan otonomi daerah, dan sebaliknya.
Keempat, dengan metode analisis ASOCA diperoleh faktor dominan sebagai solusi alternatif yang dapat digunakan sebagai model baru (novelty) dalam melakukan pembinaan dan pengawasan, yaitu model H A D I yang merupakan akronim dari Human resources (sumber daya manusia), Acceptance (penerimaan), Development (pengembangan), dan Innovation (inovasi).