Selasa 30 Apr 2019 17:36 WIB

Kapal Vietnam Tabrak Kapal Angkatan Laut RI Langgar Hukum

Protes Kemenlu karena kapal Vietnam menabrak kapal TNI AL RI dinilai tepat.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Benturan kapal TNI Angkatan Laut Indonesia dengan Kapal Pengawas Perikanan Vietnam.
Benturan kapal TNI Angkatan Laut Indonesia dengan Kapal Pengawas Perikanan Vietnam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Prof Dr Eddy Pratomo menilai tindakan Kapal Vietnam yang menabrak kapal angkatan Laut Indonesia melanggar hukum internasional. Oleh sebab itu, tindakan protes oleh Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Indonesia menurutnya tepat.

"Tindakan kapal Vietnam yang melakukan tubrukan terhadap KRI Tjiptadi-381 jelas melanggar hukum internasional, khususnya International Regulations for Preventing Collisions at Sea 1972 (COLREGS) dan International Convention for the Safety of Life at Sea 1974 (SOLAS). Maka protes Kemenlu sudah tepat jika diarahkan kepada tindakan ini," ujar Prof Eddy dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (24/4).

Baca Juga

Menurutnya, tindakan KRI Tjiptadi-381 yang menahan diri juga sudah tepat karena berdasarkan hukum internasional, khususnya pada kasus Guyana VS Suriname (dalam forum Arbitral Tribunal UNCLOS pada 2004), penggunaan use of force hanya dapat dibenarkan jika memenuhi tiga syarat, di antaranya tidak terhindarkan, kewajaran (reasonableness) dan keharusan (necessity).

Kendati demikian, ia menyarankan publik dan pejabat tidak tergesa-gesa menyimpulkan lokasi kejadian di wilayah Indonesia. "Perlu didalami lagi. Mungkin saja lokasi kejadian di zona ekonomi eksklusif (ZEE) yang sama-sama diklaim, baik oleh Indonesia maupun Vietnam karena kedua negara belum memiliki perjanjian batas ZEE," ujarnya.

Eddy mengatakan, jika lokasi kejadian tubrukan kapal berada di wilayah tumpang tindih, maka kedua negara sama-sama berhak melakukan patroli, dan sama-sama berhak untuk menghalangi penegakan hukum oleh negara lain. "Pemerintah sebaiknya memiliki standar pedoman bersama di wilayah tumpang tindih klaim seperti ini, sehingga penegakan hukumnya tidak selalu disamakan dengan wilayah ZEE lainnya yang sudah jelas," ujarnya.

Ia menjelaskan, UNCLOS 1982 sebenarnya mengharuskan dibuatnya provisional arrangement atau pengaturan sementara berdasarkan pasal 74 di wilayah perairan yang belum disepakati batas ZEE-nya. Hal itu, menurutnya dimaksudkan untuk mencegah terjadinya insiden-insiden seperti di perbatasan Vietnam tanggal 27 April 2019 dan di perbatasan Malaysia pada tanggal 3 April 2019.

Kementerian Luar Negeri Indonesia memanggil wakil dari Kedutaan Besar (Kedubes) Vietnam di Jakarta, Senin (29/4). Kemenlu menyampaikan protes terkait insiden penabrakan yang dilakukan Kapal Pengawas Perikanan Vietnam KN 213 terhadap KRI Tjiptadi 381.

"Indonesia menyesalkan kejadian ini yang terjadi di perairan Indonesia-Vietnam (Laut Natuna Utara). Intinya bahwa tindakan yang dilakukan kapal dinas Vietnam membahayakan KRI atau kapal Vietnam itu sendiri. Tindakan ini melanggar hukum internasional," kata juru bicara Kemenlu Arrmanatha Nasir, kemarin.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement