Selasa 30 Apr 2019 18:20 WIB

Menko Darmin: Regulasi Fintech Harus Diperbarui

Regulasi fintech diperbarui untuk memitigasi risiko.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nur Aini
Kasus penipuan Fintech (ilustrasi)
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Kasus penipuan Fintech (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai, regulasi mengenai teknologi finansial (financial technology/ fintech) harus diperbaharui.Tujuannya, memitigasi risiko yang muncul dari pemanfaatan teknologi tersebut.

Darmin menjelaskan, otoritas terkait harus bergerak ke kerangka peraturan yang lebih ringan, dinamis, dan adaptif. Peraturan yang dibuat harus mencoba menyeimbangkan peran kebijakan dan regulasi untuk memberikan kepastian hukum. "Sekaligus melindungi konsumen dan mendorong inovasi," ujarnya dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (30/4). 

Baca Juga

Saat ini, Darmin menjelaskan, Indonesia dihadapkan pada realita bahwa teknologi digital telah digunakan pada seluruh aspek kehidupan dan pembangunan mulai dari sektor perdagangan, transportasi, pertanian, hingga keuangan.

Pemanfaatan digital menciptakan peluang bisnis melalui platform sharing ekonomi, bahkan dapat meningkatkan inklusi keuangan melalui beragam layanan fintech berkembang. Tapi, di sisi lain, perkembangan ini meningkatkan risiko tindak kejahatan berupa penyalahgunaan data pribadi, cyber crime, hingga praktik pencucian uang.

Darmin menuturkan, rumus dasar dalam merancang regulasi fintech adalah pengaturannya harus sederhana, ringan, dan fleksibel. Hal ini agar tidak mematikan start up dan tidak mematikan inovasi. "Kami memandang perlindungan kepentingan nasional harus dikaji secara serius, termasuk dalam penanganan terorisme dan pencucian uang," katanya. 

Darmin menambahkan, salah satu isu terkait fintech adalah tindakan memecah transaksi (smurfing) melalui transaksi fintech. Tindakan itu dilakukan agar kurang dari batasan threshold transaksi yang harus dilaporkan, yaitu kurang dari Rp 100 juta.

Selain itu, ada isu virtual currency tentang pseudonimity dari mekanisme transaksi yang menyebabkan pelaku transaksi tidak dapat diidentifikasi. Untuk memitigasi risiko fintech dan virtual currency tersebut, Darmin menilai, pemerintah bersama Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan tidak dapat bergerak sendiri. “Kolaborasi dan peran aktif dari platform fintech juga diperlukan,” ujarnya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement