REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Dosen Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin DR Rijal M Idrus mengatakan, 80 persen sampah di laut berasal dari daratan. Kondisi ini memposisikan Indonesia berada pada urutan kedua di dunia yang memiliki sampah terbanyak di laut setelah Cina.
Menurut dia, kondisi itu sangat memprihatikan. Idrus mengatakan, permasalahan sampah di laut harus disikapi dengan cepat oleh semua pemangku kepentingan agar sumber daya alam (SDA) di sektor kelautan dapat terselamatkan.
"Sebagai gambaran, nelayan yang menjaring ikan di lautan biasanya menangkap ikan yang separuh jaringnya berisi sampah, termasuk sampah plastik yang sulit terurai hingga bertahun-tahun," kata Rijal disela Workshop Media di Makassar, Selasa.
Selain itu, menurut Rijal, terdapat lima hal pokok yang menjadi persoalan kelautan dan perikanan di lapangan. Ke lima hal itu adalah mitigasi bencana yang masih kurang, perubahan iklim, kerusakan lingkungan, keanekaragaman hayati, penurunan stok pangan dan SDA, serta pengentasan kemiskinan. Ia menyatakan, persoalan itu mengancam sektor perikanan dan kelautan di Sulsel.
Sementara itu, Kabid Pengelolaan dan Penataan Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Dinas Kelautan dan Perikan Sulawesi Selatan Dr Nasir Mallawi mengatakan, untuk penangan sampah di kawasan laut, Pemprov Sulsel telah menerbitkan surat edaran ke pemkab/pemkot. Pemprov mengimbau semua nelayan ataupun masyarakat untuk tidak membuang sampah ke sungai dan danau yang kemudian bermuara ke laut.
Nasir mengatakan, sangat penting menjaga laut dari sampah, khususnya plastik. Ia mengingatkan, sampah tersebut mempengaruhi daya saing perinkanan.
Nasir mengungkapkan, banyak peneliti sudah melakukan pengujian terhadap produksi laut yang dinilai mengandung miroplastik. Berkaitan dengan hal itu, ia berharap ke depan ditemukan bahan yang lebih ramah lingkungan sebagai pengganti plastik.