REPUBLIKA.CO.ID, AMBON – Salah satu petani dari Kelompok Tani Negeri Lima Kabupaten Maluku Tengah Jum (49 tahun) mengeluhkan harga pala organik yang terus anjlok sejak perhelatan Pemilu 2019. Jum mengaku harga pala belum mengalami kenaikan yang berarti.
Dia menjelaskan, harga pembelian normal pala organik di tingkat petani berkisar Rp 80 ribu-Rp 100 ribu per kilogram (kg). Sedangkan saat ini, kata dia, pembelian harga pala organik di tingkat petani hanya menyentuh Rp 55 ribu per kg. Dengan kondisi tersebut, Jum mengaku pendapatannya terus berkurang.
“Bahkan, yang Rp 55 ribu per kg itu harga pala kering, artinya yang tanpa batok dan sudah bagus,” kata Jum kepada Republika.co.id, di Ambon, Selasa (30/4).
Petani lainnya, Syaiful, juga mengeluhkan hal yang serupa. Menurut Syaiful, anjloknya harga beli pala di tingkat petani membuatnya berharap agar pemerintah dapat segera mengambil tindakan untuk memperbaiki harga. Selain pala, komoditas perkebunan asal wilayah tersebut yang mengalami penurunan harga adalah cengkih. Bahkan, harga cengkih diakui petani sudah anjlok sejak setahun terakhir.
“Biasanya kami jual cengkih itu Rp 110 ribu per kg, sekarang hanya bisa Rp 80 ribu saja. Jadi susah anak kuliah toh,” kata dia.
Dia berharap, selain menjaga stabilitas harga beli di tingkat petani, pemerintah juga perlu memperbanyak penyuluhan kepada petani perkebunan. Saat ini, pihaknya terus berupaya menjaga kualitas dan kuantitas produksi dengan melakukan perawatan terhadap pohon-pohon pala yang dimiliki.
Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Kasdi Subagyono menampik adanya penurunan harga pala tersebut. Berdasarkan informasi yang diperolehnya, harga pala organik berada di kisaran Rp 143 ribu-Rp 145 ribu per kg. Meski begitu, dia mengatakan, apabila terjadi penurunan harga beli di tingkat petani, hal tersebut harus dilakukan pengecekan terlebih dahulu.
“Harganya turun itu kan bisa saja diukur dari sisi kualitas produknya, kalau kualitasnya baik, pasti akan dibeli dengan harga tinggi,” kata dia.