REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menerbitkan Peraturan BI Nomor 21/6/PBI/2019. Salah satu substansinya adalah memperluas jaminan aset (underlying asset) yang bisa digunakan dalam penerbitan Sukuk BI (SukBI).
Dengan peraturan itu, kategori jaminan aset yang bisa menjadi dasar dalam transaksi atau penerbitan Sukuk BI adalah tidak hanya Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) tapi juga Sukuk Global."Substansi pengaturan dalam perubahan ketiga PBI Operasi Moneter mengatur perluasan ''underlying asset'' penerbitan Sukuk Bank Indonesia (SukBI), yang kini dapat menggunakan sukuk global yang dimiliki oleh Bank Indonesia sebagai ''underlying asset'' SukBI," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko di Jakarta, Selasa (30/4).
Tujuan perluasan jaminan aset ini, ujar Onny, untuk meningkatkan operasi moneter dengan menggunakan prinsip syariah. Dalam peraturan ini, terdapat pula penyempurnaan terhadap akad Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah (FASBIS), sesuai dengan opini dari Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), yang semula menggunakan akad wadi''ah menjadi akad ju''alah.
"Peraturan ini mulai berlaku pada 29 April 2019," kata Onny.
Substansi pengaturan PBI tersebut antara lain bahwa menetapkan karakteristik Sukuk BI yakni :
1. Dapat menggunakan agunan aset atau "underlying asset" berupa Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan atau sukuk global
2. Berjangka waktu paling singkat satu hari dan paling lama 12 bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari kalender, yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh waktu
3. Diterbitkan tanpa warkat (scripless);
4. Dapat diagunkan kepada Bank Indonesia;
5. Hanya dapat dibeli oleh Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah di pasar perdana;
6. Dapat diperdagangkan (tradable) di pasar sekunder;
7. Hanya dapat dimiliki oleh bank.