REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di kediaman Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita yang berada di Jalan Sriwijaya Raya pada Selasa (30/4) sore. Penggeledahan terkait penyidikan kasus dugaan gratifikasi dengan tersangka anggota DPR RI Bowo Sidik Pangarso.
"Penyidik bergerak ke beberapa tempat dalam beberapa hari kemarin untuk menelusuri bukti dan informasi yang relevan, salah satunya kediaman pribadi Mendag," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, dalam pesan singkatnya, Kamis (2/5).
Febri menuturkan, rangkaian penggeledahan merupakan bagian dari proses verifikasi beberapa info yang berkembang di penyidikan. Terutama, lanjut Febri, terkait dengan apakah benar atau tidak informasi tentang sumber dana gratifikasi yang diduga diterima Bowo Sidik.
Sebelumnya, tim penyidik KPK juga telah menggeledah sejumlah ruangan di Kantor Kemdag, salah satunya ruang kerja Enggar. Dari penggeledahan tersebut, tim penyidik menyita puluhan dokumen terkait Permendag mengenai perdagangan gula rafinasi serta sejumlah barang bukti elektronik.
KPK menetapkan Bowo bersama Marketing Manager PT HTK, Asty Winasti dan pejabat PT Inersia, Indung sebagai tersangka kasus dugaan suap kerja sama pengangkutan pupuk milik PT Pupuk Indonesia Logistik dengan PT HTK. Bowo dan Indung diduga berperan sebagai penerima, sedangkan Asty pemberi suap.
Dalam kasus itu, KPK juga mengungkapkan, keberadaan uang sekitar Rp 8 miliar di kantor salah satu perusahaan Bowo. Uang itu disebut untuk keperluan serangan fajar terkait pencalonannya sebagai calon legislatif di daerah pemilihan Jawa Tengah.
Selepas pemeriksaan terhadap Bowo di KPK pada 9 April lalu, kuasa hukumnya menyatakan, sebagian uang itu diperoleh kliennya dari salah seorang menteri di Kabinet Kerja. Melalui berita acara pemeriksaan (BAP) yang diperoleh awak media di KPK, Bowo kemudian menceritakan, uang tersebut ia peroleh dari Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita.
Pemeriksaan 9 April tersebut merupakan kali pertama Bowo diperiksa sebagai tersangka kasus suap kerja sama pengangkutan pupuk antara PT Pupuk Indonesia Logistik dan PT Humpus Transportasi Kimia.
Kepada penyidik, Bowo mengatakan, telah menerima uang senilai Rp 2 miliar dari Enggartiasto agar dia mengamankan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16/M-DAG/PER/3/2017 tentang Perdagangan Gula Kristal Rafinasi Melalui Pasar Lelang Komoditas, yang akan berlaku akhir Juni 2017. Saat itu Bowo merupakan pimpinan Komisi VI DPR yang salah satunya bermitra dengan Kementerian Perdagangan dan Badan Usaha Milik Negara.
Enggartiasto diduga meminta Bowo mengamankan permendag itu karena adanya penolakan dari sebagian besar anggota dewan dalam rapat dengar pendapat yang berlangsung awal Juni 2017. Dewan beranggapan, gula rafinasi yang masuk pengawasan pemerintah tak seharusnya dilelang secara bebas dalam kendali perusahaan swasta.
Kepada penyidik, Bowo mengatakan, pada masa istirahat RDP, Enggar menghampirinya lalu mengatakan, nanti akan ada yang menghubunginya. Beberapa pekan kemudian, orang kepercayaan Enggar menghubungi Bowo untuk mengajak bertemu di Hotel Mulia, Jakarta Selatan, pada pertengahan Juni 2017. Saat itulah, Bowo menerima uang Rp 2 miliar dalam pecahan dolar Singapura.
Sementara Enggar menyangkal dugaan Bowo bahwa uang diberikan demi mengamankan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Perdagangan Gula Kristal Rafinasi Melalui Pasar Lelang Komoditas. Menurut Enggar, pengakuan tersebut tidak benar karena permendag dirilis atas prakarsa dirinya, bukan Bowo.
"Yang memberikan izin saya, apa urusannya dia? Kenapa saya harus mengasih uang kepada orang lain. Saya yang memberi izin kecuali dia yang memberi izin," kata Mendag berdalih.