REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Penasihat Khusus PBB untuk pencegahan genosida Adama Dieng mengatakan bangkitnya sayap-kanan di Eropa seperti awal kemunculan Nazi pada 1930-an. Dia mendesak tengah-kiri Eropa untuk melakukan sesuatu untuk menghentikan xenophobia di benua itu.
Dieng menyinggung tentang banyaknya perlawanan terhadap masuknya imigran sejak 2015. Hal itu mendorong populis sayap kanan masuk ke dalam parlemen negara-negara seluruh Eropa.
"Kami tidak dapat membiarkan manusia diperlakukan sebagaimana imigran diperlakukan, tanda-tanda tahun 1930-an muncul kembali," kata Dieng, seorang pengacara asal Senegal dalam media briefing di Jenewa, Swiss, seperti dilansir di Aljazirah, Kamis (2/5).
"Kecuali kami buta atau memiliki niat yang buruk, kami harus akui ini waktunya untuk bangkit, untuk berbicara lantang," ujarnya.
Ia menyinggung tentang kerusakan karena ada 'negara kuat' yang menarik diri dari komitmen-komitmen internasional serta politisi anti-imigran di Hungaria dan Italia. Tapi ia juga menuduh sayap kiri yang memainkan politik bersih daripada melakukan perlawanan terhadap sayap kanan.
Dieng memuji tiga pemimpin dunia Kanselir Jerman Angela Merkel, Presiden Bangladesh Sheikh Hasina dan Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern. Menurutnya mereka bersedia mengambil risiko untuk membela imigran dan etnik minoritas.
Dieng juga mempersoalkan pernyataan yang dilontarkan mantan Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson tentang cadar pada Agustus tahun lalu. Ia mengatakan pernyataan itu ditanggapi serius oleh mereka yang menyerang perempuan muslim Inggris.
"Ini menunjukkan dengan tepat betapa berbahayanya ketika seseorang di posisi pemimpin, yang berpengaruhi, menggunakan wacana yang dapat berdampak buruk pada nyawa dan keamanan manusia," katanya.
Dieng dengan keras mengkritik kebijakan Cina di Tibet pada 1990 ketika ia memimpin International Commission of Jurists. Ia menjabat sebagai utusan PBB untuk genosida sejak 2012 bertepatan ketika terjadi perang di Timur Tengah dan Afrika serta krisis pengungsi di Eropa.
Ia juga berharap Cina memberinya akses untuk mengunjungi orang-orang Uighur yang ditahan dalam kamp reedukasi di Xinjiang. "Sejauh ini posisi Cina itu adalah kamp reedukasi, tapi saya akan meminta untuk dapat berkunjung dan melakukan asesmen saya sendiri," katanya.