Indonesia berkemajuan di tengah tantangan dunia yang semakin kompetitif di era Industri 4.0 dengan segala masalah dan tangangannya, hanya dapat dicapai melalui kualitas sumber daya manusia Indonesia yang unggul, cerdas dan berkarakter utama.
Manusia yang cerdas menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir adalah manusia Indonesia seutuhnya yang memiliki kekuatan akal budi, moral, dan ilmu pengetahuan yang unggul. Agar mereka mampu memahami realitas persoalan serta membangun kehidupan kebangsaan yang bermakna bagi terwujudnya cita-cita nasional.
"Manusia Indonesia yang cerdas memiliki fondasi iman dan taqwa yang kokoh, kekuatan intelektual yang berkualitas, kepribadian yang utama, dan menjadi pelaku kehidupan kebangsaan yang positif sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila," kata Haedar dalam percakapan dengan Republika, Selasa (30/4).
Ia mengatakan, sumber daya manusia Indonesia yang cerdas dan berkarakter utama hanya dapat dihasilkan oleh sistem pendidikan yang "mencerdaskan kehidupan bangsa" sebagaimana diamanatkan Pembukaan UUD 1945. Pendidikan tersebut menurutnya, dalam prosesnya tidak hanya menekankan pada kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, tetapi sekaligus sebagai proses aktualisasi diri yang mendorong peserta didik untuk memiliki ilmu pengetahuan tinggi dan berkeadaban mulia.
Karenanya menurut Haedar, pendidikan nasional yang selama ini berlaku harus direkonstruksi menjadi sistem pen didikan yang mencerahkan, dengan visi terbentuknya manusia pembelajar yang bertaqwa, berakhlak mulia, dan berkemajuan. Adapun misinya ada enam, yaitu pertama mendidik manusia agar memiliki kesadaran ilahiah, jujur, dan berkepribadian mulia.
Pendidikan holistik
Kemudian kedua membentuk manusia berkemajuan yang memiliki jiwa pembaruan, berfikir cerdas, kreatif, inovatif, dan berwawasan luas. Misi ketiga mengembangkan potensi manusia berjiwa mandiri, beretos kerja keras, wirausaha, dan kompetitif. Lalu keempat membina peserta didik agar menjadi manusia yang memiliki kecakapan hidup dan keterampilan sosial, teknologi, informasi, dan prokomunikasi.
Selanjutnya yang kelima, masih kata Haedar adalah membimbing peserta didik agar menjadi manusia yang memiliki jiwa, daya-cipta, dan kemampuan menga presiasi karya seni-budaya. "Misi keenam yaitu membentuk kader bangsa yang ikhlas, bermoral, peka, peduli, serta bertanggungjawab terhadap kemanusiaan dan lingkungan," jelasnya.
Pendidikan nasional yang holistik tersebut melibatkan seluruh elemen bangsa sehingga menjadi gerakan dan strategi kebudayaan nasional yang menyeluruh menuju kemajuan hidup bangsa yang bermartabat. Menurut Haedar, jumlah penduduk Indonesia yang besar memiliki arti strategis bagi pengembangan sumber daya manusia yang unggul dan berfungsinya lembaga pendidikan holistik menuju Indonesia berkemajuan. Karena itu, kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi setiap warga negara harus menjadi tanggungjawab pemerintah secara mutlak.
"Masyarakat perlu menyadari bahwa jumlah yang besar tanpa didukung dengan kualitas yang tinggi tidak akan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain," ucap dia.
Tidak populer
Di seluruh pelosok Tanah Air, di dae rah terjauh, lembaga pendidikan Muhammadiyah berdiri mencerdaskan masyarakat setempat. Ketika pemerintah belum sepenuhnya menyelenggarakan, keberadaannya sangat diperlukan penduduk. Tanpa membedakan golongan, suku, agama dan primordialisme, Muhammadiyah hadir inklusif, profesional dan berbuat untuk bangsa dalam dunia nyata. Sehingga, tidak sekadar kata-kata dan politik retorika.
"Kehadiran Muhammadiyah kadang tidak populer dan menggema karena etos gerakannya sedikit bicara banyak bekerja, namun kerja keras, pengorbanan dan kiprah nyata Muhammadiyah sangat besar dalam mencerdaskan dan memajukan bangsa di seluruh persada negari," ujar Haedar.
Sekretaris Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) PP Muhammadiyah, HR Alpha Amir Rachman menambahkan, saat ini ada 6.049 sekolah/ madrasah Muhammadiyah dan Aisyiyah yang tercatat Dapodik Kemendikbud dan Kemenag.
Ia menekankan, hari ini Muhammadiyah turut berperan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memastikan anak-anak tidak cuma cerdas secara kognitif. Namun, terampil dan ahlakul karimah. "Serta, memiliki pengetahuan Islam memadai sebagai bekal hadapi masa depan yang penuh tantangan," kata Alpha.
Tidak cuma di ruang kelas, karakter mulia dipelajari melalui pelajaran di luar dan ekstrakulikuler. Ada Ikatan Pelajar Mahasiswa, Tapak Suci, Hizbul Wathan dan lain-lain sesuai kekhasan masing-masing sekolah.
Itu membuat sekolah/madrasah Muham madiyah turut menjadi kawah pengkaderan mencetak pemimpin-pemimpin bangsa. Jenderal Besar Soedirman menjadi salah satu contoh hasil nyata dari sistem tersebut. Menyambut Revolusi Industri 4.0, ikhtiar digitalisasi pendidikan turut dilakukan agar proses efektif dan men cerahkan dengan membuka wawasan global. Sehingga, tertanam kesiapan berkompetisi global.
Selain itu, diusung High Order Thinking Skills (HOTS) dalam pedagogi, sehingga siswa-siswa dapat berpikir kritis dan kreatif. Menurut Alpha, langkah-langkah itu jadi bekal penting menghadapi perubahan zaman.