REPUBLIKA.CO.ID,PALEMBANG— Kementerian Agama telah merilis terjemahan Alquran dalam 20 bahasa daerah selama lima tahun terakhir. Di antaranya bahasa Kaili, Banyumas, Minang, Sasak, Mongondow, Batak Angkola, Batak, Kanayat, Toraja, Ambon, Bali, Banjarm dan Palembang.
"Dari 20 itu yang sudah dicetak ada 17 terjemahan bahasa daerah," kata Kepala Puslitbang Lektur Keagamaan Kementerian Agama (Kemenag), Dr Muhammad Zain, saat workshop validasi penerjemahan Alquran ke bahasa Palembang, Kamis (2/5).
Menurutnya penerjemahan Alquran ke dalam bahasa daerah merupakan komitmen Kemenag untuk mewarisi nilai-nilai luhur Alquran dan merawat bahasa daerah masing-masing, bahkan beberapa daerah menggunakan bahasa yang sebenarnya nyaris punah.
Dia mengatakan, proses penerjemahan biasanya memakan waktu dua tahun, pada tahun pertama Kemenag menjalin MoU dengan universitas Islam di daerah setempat untuk menerjemahkan Alquran yang melibatkan ulama dan ahli bahasa.
"Proses penerjemahan menggunakan referensi tafsir-tafsir klasik berbahasa arab untuk mencari makna dan padanan yang tepat tiap kata," lanjutnya.
Sedangkan pada tahun kedua, kata dia, terjemahan Alquran dalam bahasa daerah divalidasi untuk memantapkan makna yang telah diterjemahkan, kemudian diusulkan ke Kemenag agar dicetak dan diperbanyak.
Terkait ketepatan makna, kata dia, Kemenag akan mengumpulkan para ahli untuk meneliti perdebatan makna yang sudah atau akan diterjemahkan ke bahasa daerah, karena keragaman bahasa daerah memungkinkan terjadinya perbedaan persepsi.
"Kata kafir misalnya, itu memiliki pemaknaan berbeda, dalam sejarah Indonesia kata kafir digunakan untuk mengusir penjajah, bukan membedakan agama," jelas Zain.
Dia menambahkan, Alquran masih akan diterjemahkan ke bahasa daerah lainnya seperti bahasa Rejang (Bengkulu), Lampung, dan Jambi, pemilihan alih bahasa oleh Kemenag bergantung pada antusiasime pemerintah daerah.