Sabtu 04 May 2019 00:10 WIB

OJK Diminta Kurangi Jumlah BPR

Saat ini, jumlah BPR di Indonesia mencapai 1.593 unit.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolanda
BPRS, ilustrasi
BPRS, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat jumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) mencapai 1.593 pada Januari 2019. Jumlah tersebut tersebar di Indonesia, sebanyak 69 persen atau 1.102 BPR berada di Jawa dan Bali dan sisanya di Luar Jawa dan Bali.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai konsolidasi BPR berjalan lambat, sehingga banyak BPR tidak mampu bersaing di tengah ketatnya likuiditas dan suku bunga tinggi. “Keberadaan KUR dan fintech lending juga mengambil ceruk pasar kredit BPR. Akibatnya BPR sulit bersaing dari sisi marjin dan market share stagnan,” ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Jumat (3/5).

Untuk itu, pihaknya meminta pada otoritas dapat mengurangi jumlah BPR di Indonesia. “Jumlah BPR sudah sepatutnya di kurangi, tapi secara permodalan diperkuat. Tidak ada cara lain untuk bertahan,” ungkapnya.

Direktur Penelitian dan Pengaturan BPR OJK Ayahandayani mengatakan perkembangan kinerja industri BPR menunjukan tren positif. “Kondisi ini sudah mulai baik, karena ada kebijakan otoritas maka meluas ke luar Jawa dan Bali,” ujarnya saat acara Pelatihan dan Gathering Media Massa Jakarta di Four Points Bandung, Jumat.

Kendati demikian, OJK menyebut sebanyak 722 BPR belum memenuhi ketentuan modal inti minimum. Bahkan, 240 BPR menyerah karena tidak bisa memenuhi syarat ketentuan modal inti minimum. Adapun otoritas mensyaratkan BPR harus memenuhi batas modal inti minimum sebesar Rp 3 miliar dan Rp 6 miliar.

“Saya tidak menyebut jumlah persis, tapi dari 722 itu sepertiganya angkat tangan. Sepertiganya lagi berupaya memenuhi modal inti dan sepertiganya lagi tampak ingin merger atau gabung,” ucapnya.

Melihat kondisi tersebut, OJK akan menerbitkan Peraturan OJK atau POJK terkait penggabungan, peleburan dan pengambilalihan BPR. Aturan tersebut ditargetkan pada bulan depan.

“Jadi sudah ada yang minta untuk bergabung dengan BPR lain yang masih satu grup dan malah ada yang mengajukan. Tapi ini kan sampai akhir Desember. Jadi kita sebenarnya masih dalam proses monitoring dan pengawasan terus menerus,” ungkapnya.

“Kalau tidak bisa akan kita batasi kegiatan usahanya dan membatasi perluasan jaringan kantornya. Ini yang memang sedang kita dorong pada tahun ini. Jika tidak bisa memenuhi ketentuan modal inti itu maka mereka (BPR) harus siap-siap merger atau konsolidasi dengan BPR lainnya,” ucapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement