Ahad 05 May 2019 12:50 WIB

Pemerintah Tambah Luas Lahan Tanam Bawang Putih 20 Ribu Ha

Sekitar 600 ribu hektare lahan di Indonesia cocok ditanami bawang putih

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Petani memanen bawang putih varietas Lumbu Kuning di perladangan kawasan lereng gunung Sindoro Desa Canggal, Candiroto, Temanggung, Jawa Tengah, Senin (18/3).
Foto: ANTARA FOTO/Anis Efizudin
Petani memanen bawang putih varietas Lumbu Kuning di perladangan kawasan lereng gunung Sindoro Desa Canggal, Candiroto, Temanggung, Jawa Tengah, Senin (18/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) menempuh banyak cara guna menekan impor bawang putih. Langkah ini dilakukan lantaran komoditas langganan impor ini rajin menyubang inflasi setiap jelang hari raya.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan pihaknya akan memperluas lahan tanam untuk bawang putih sebanyak 20 ribu hektare pada tahun ini. “Indonesia yang cocok sekitar 600 ribu hektare. Tahun ini kita tanam lagi 20 ribu hektare,” ujarnya saat Operasi Pangan Pasar Murah di Toko Tani Indonesia Center, Ahad (5/5).

Menurutnya perluasan lahan tanam bawang akan difokuskan untuk menghasilkan bibih terlebih dahulu, sehingga target swasembada bisa segera tercapai.

“Ingat pada 1998 kita impor hanya 10-20 persen ini selama kurang 20 tahun ‘melakukan pembiaran’ dan itu impor meningkat 90 persen, kita mengembalikan jika perlu kita ekspor. Sekarang ini tanaman bibit dalam negeri kita hasil panen untuk mempercepat swasembada,” ungkapnya.

Amran menambahkan luas lahan tana, bawang putih pada 2014 silam hanya seribu hektare. Saat ini sudah mencapai 11 ribu hektare, bahkan tahun ini bisa mencapai 21 ribu hektare.

“Nah ini naik produksi naik seribu persen, jadi kita akan mengembalikan kejayaan bawang lagi yang dulunya hanya pernah impor 10 persen, hari ini kita impor 90 persen kita coba mengembalikan kejayaan bawang putih Indonesia,” ucapnya.

“Dulu kita pernah impor bawang merah, hari ini kita sudah ekspor. Ini akan kami kembalikan dengan catatan jaga di tingkat petani agar petani untung, kita bisa kembalikan dengan cepat,” ungkapnya.

Di sisi inflasi pangan, Amran menyebut pada 2014 mencapai 10,5 persen, kemudian pada 2017 hanya 1 persen. Pencapaian ini menurut Amran merupakan lompatan tertinggi dalam sejarah pangan Indonesia.

“Tidak mudah menurunkan satu tidak mudah, ini turun sampai sembilan. Dan kita rasakan jauh lebih stabil tiga tahun terakhir harga relatif stabil, dibuktikan dengan ukuran inflasi, Februari dan Maret deflasi pangan,” ucapnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement