REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Misi PBB untuk Libya meminta kedua belah pihak yang bertikai di negara itu melakukan gencatan senjata selama satu pekan. Di Ibu Kota Tripoli, pasukan Tentara Nasional Libya (LNA) yang dipimpin Khalifa Haftar masih bertempur dengan pasukan pemerintah yang diakui PBB.
Misi PBB mengatakan, gencatan senjata kemanusian selama satu pekan, akan dimulai pada Senin (6/5), mulai pukul 04.00 waktu setempat. PBB meminta semua pihak untuk menghentikan operasi militer termasuk pengintaian dan mobilisasi.
Belum diketahui apakah ada faksi yang bertempur di Tripoli yang menyetujui gencatan senjata itu. Di sisi lain, Muslim di seluruh dunia mulai menjalani ibadah puasa pada bulan Ramadhan.
Pasukan Haftar mulai melancarkan serangan ke Tripoli pada awal April lalu. Pertempuran ini telah menewaskan hampir 400 orang dan melukai hampir 2.000 lainnya. Pada Jumat (3/5) lalu, tercatat 376 orang tewas dan 1.822 orang lainnya terluka.
Pertempuran itu juga menewaskan 23 warga sipil dan melukai 79 lainnya termasuk beberapa pejabat PBB. Perang ini juga membuat lebih dari 45 ribu orang mengungsi dari rumah mereka. Sudah berkali-kali PBB meminta pertempuran dihentikan.
Konflik ini juga mengancam akan mengganggu pasokan minyak, meningkatkan imigrasi lintas Laut Mediternania dan membuka kesempatan teroris untuk memanfaatkan kekacauan. Qatar mengatakan embargo senjata PBB terhadap Libya harus diberlakukan dengan ketat untuk mencegah Haftar mendapatkan senjata.
Serangan yang diluncurkan LNA memicu konfrontasi militer terbesar di Libya sejak negara itu menggulingkan Moammar Gaddafi. Pertempuran sempat terhenti di sebelah selatan Tripoli pada dua pekan lalu. Tapi perang kembali terjadi, kedua belah pihak menggunakan senapan mesin berat.
Dalam laporan PBB pada Juni 2017 disebutkan, Haftar menerima pesawat dan kendaraan militer dari Uni Emirat Arab. Mereka membangun pangkalan udara di Al Khadim. Membuat LNA yang bersekutu dengan pemerintah yang berada di Benghazi unggul dalam pertarungan udara pada 2016 lalu. Salah satu sumber mengatakan Uni Emirat telah memberi dukungan logistik kepada Haftar. Ini agar ia dapat melindungi Mesir dari serangan milisi radikal.