REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO — Kepala Gereja Katolik Sri Lanka, Kardinal Malcolm Ranjith meminta agar ketegangan di negara itu segera diredam pada Senin (6/5). Seruan itu muncul setelah terjadinya konflik antara kelompok sporadis Kristen dan Muslim di wilayah utara Ibu Kota Kolombo.
Konflik tersebut menjadi kasus kekerasan pertama yang terjadi sejak Sri Lanka dilanda serangan bom besar-besaran yang terjadi di tiga gereja dan tiga hotel di Kolombo. Dalam sebuah rekaman yang beredar di media sosial, terlihat kerumunan massa melemparkan batu ke arah pertokoan yang dimiliki umat Muslim. Banyak rumah dan banguanan yang dirusak, hingga kendaraan.
“Saya mengimbau agar semua warga Kristen, Budha, dan Muslim untuk bersabar dan memastikan perdamaian yang sudah dijaga setelah insiden pengeboman saat paskah,” ujar Kardinal Ranjith dalam sebuah pernyataan yang disiarkan di televisi nasional Sri Lanka pada Senin (6/5).
Atas insiden kekerasan terbaru ini, Pemerintah Sri Lanka kembali memberlakukan jam malam, yang semula telah dicabut pada Senin (6/5) hari ini. Kepolisian negara itu juga mengatakan penyelidikan atas kekerasan yang terjadi pada Ahad (5/5) malam kemarin sedang dilakukan.
Sri Lanka telah diguncang oleh serangkaian bom terkoordinasi yang terjadi pada 21 April lalu dan membuat 257 orang tewas. Jumlah korban diprediksi dapat meningkat, seiring kondisi korban terluka yang kritis dan menjalani perawatan intensif di rumah sakit.
National Thowheeth Jama’ath (NTJ) diyakini sebagai kelompok berideologi teroris dan telah dituding berada di balik serangan tersebut. Meski demikian, pihak berwenang Sri Lanka tidak menutup kemungkinan adanya keterlibatan kelompok atau organisasi teroris asing, melihat skala besarnya insiden tersebut.
Pemerintah negara itu juga telah meminta bantuan internasional untuk melakukan penyelidikan. Sebelumnya, Pemerintah Australia mengkonfrimasi bahwa pelaku serangan bom Sri Lanka didukung oleh Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Laporan tersebut muncul diikuti dengan klaim kelompok militan tersebut yang mengatakan berada di balik insiden dan mendistribusikan video yang memperlihatkan pemimpin NTJ, Mohamed Zahran berjanji setia kepada ISIS.
Saat ini, sekolah-sekolah umum sudah dibuka kembali pasca-insiden tersebut. Namun, polisi dan tentara yang bersenjatakan lengkap masih melakukan penjagaan ketat di lokasi-lokasi keramaian publik.
Keadaan darurat masih diberlakukan di Sri Lanka yang membuat polisi dan militer negara itu memiliki kekuatan yang lebih luas untuk melakukan proses hukum terhadap tersangka. Pihak berwenang, sesuai dengan ketentuan juga dapat menahan dan menginterogasi tersangka tanpa perintah pengadilan.