REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Shell Indonesia memastikan bahwa hingga saat ini perusahaan asal Belanda tersebut akan terus bertahan di proyek Blok Masela. Meski enggan mengomentari terkait rumor yang beredar tentang hengkangnya Shell dari Blok Masela, namun Shell memastikan bahwa hingga saat ini Shell masih merupakan bagian dari kontraktor kerja sama bersama Inpex di Blok Masela.
"Terkait berita tersebut, kami tidak mengomentari rumor ataupun spekulasi pasar. Saat ini, kami sepenuhnya fokus dan terus bekerja sama dengan INPEX sebagai operator dalam mengusulkan rencana pengembangan (POD) Proyek Abadi LNG yang layak investasi," ujar Rhea Sianipar, VP External Relation Shell Indonesia saat dihubungi Republika, Senin (6/5).
Hal tersebut juga dipastikan oleh Kepala Satuan Kerja Khusus Migas (SKK Migas), Dwi Sutjipto. Dwi menjelaskan bahwa Shell sudah melaporkan kepada SKK Migas terkait rumor tersebut. Shell menyatakan masih merupakan bagian dari kerja sama bersama Inpex sebagai operator Blok Masela.
"Secara informal Shell Indonesia menyatakan nggak ada rencana penjualan saham. Mereka sudah bantah rumor tersebut," ujar Dwi saat ditemui di Kantor ESDM, Senin (6/5).
Deputi Operasi SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman menambahkan kalaupun Shell keluar dari blok Masela, tidak begitu menganggu karena masih terdapat Inpex sebagai lead operator. "Karena komitmennya operator," kata dia ditemui ditempat yang sama.
Ia juga menjelaskan proses untuk keluar dari suatu proyek migas yang tengah dikembangkan juga tidak mudah. Shell perlu mengirim surat ke Kementerian ESDM, dan nanti akan dipertimbangkan oleh ESDM soal permintaannya tersebut.
Sebagai informasi, konstruksi untuk proyek Lapangan Abadi sejatinya akan dimulai pada 2018, namun pada 2016 dinyatakan ditunda hingga setidaknya 2020 setelah pemerintah Indonesia menginstruksikan peralihan dari fasilitas lepas pantai (offshore) ke fasilitas darat (onshore).
Sebab itu, Inpex dan Shell sedang mempersiapkan POD baru untuk diajukan tahun ini seiring dengan peralihan tersebut. Proyek ini diperkirakan tidak akan beroperasi sampai setidaknya 2026, tetapi Inpex telah memulai desain awal rekayasa awal untuk pabrik LNG dengan kapasitas tahunan sebesar 9,5 juta ton.
Sebelumnya, kabar beredar Shell hengkang dari Blok Masela muncul setelah kabar Royal Dutch Shell ingin melego sahamnya dari proyek gas alam cair (LNG) Lapangan Abadi. Berdasarkan sumber Reuters, Shell berencana menjual porsi sahamnya sebesar 35 persen dengan nilai 1 miliar dolar AS.
Rencana penjualan saham tersebut, seperti dilansir Reuters, Jumat (3/5), dilakukan Shell untuk mendukung pembayaran atas akuisisi BG Group senilai 54 miliar dolar AS pada 2015 lalu. Alasan lain penjualan saham tersebut juga didasarkan pada sulitnya Indonesia menarik investasi energi ke dalam negeri. Saat ini, kolega Shell, Inpex Corp menjadi operator dengan kepemilikan saham 65 persen.
Keputusan Shell untuk menjual saham dalam proyek hulu migas yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional ini, dilakukan pascaperusahaan Inggris-Belanda ini keluar dari proyek LNG di Baltik yang dioperatori oleh Gazprom.
"Mengikuti pengumuman Gazprom pada 29 Maret tentang konsep pengembangan dari Baltic, kami memutuskan untuk menghentikan keterlibatan dari proyek tersebut," tutur Perwakilan Shell Russia Cederic Cremers, seperti dilansir Reuters (10/4).