Senin 06 May 2019 14:38 WIB

Trump Ancam Kembali Naikkan Tarif Impor Barang dari Cina

Donald Trump mengancam akan menaikkan tarif barang impor Cina 200 miliar dolar AS.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Bendera Cina-Amerika
Foto: washingtonote
Bendera Cina-Amerika

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meningkatkan ancaman dengan menaikkan tarif barang impor asal Cina senilai 200 miliar dolar AS. Hal itu membuat pasar keuangan goyah pada Senin (6/5). 

Trump menyampaikan ancaman kenaikan tarif tersebut dalam akun Twitternya. Pengumuman Trump itu muncul ketika delegasi Cina dijadwalkan melanjutkan pembicaraan di Washington pada Rabu (8/5) mendatang untuk menyelesaikan perang dagang. Dalam cuitannya, Trump mengatakan akan menaikkan pajak impor produk-produk Cina senilai 200 miliar dolar AS dari 10 persen menjadi 25 persen. 

Baca Juga

The Wall Street Journal mengutip seorang sumber melapokrkan, pemerintah Cina sedang mempertimbangkan untuk membatalkan jadwal pembicaraan di Washington pada pekan ini. Beijing sebelumnya menanggapi ancaman AS dengan menyatakan bahwa, negosiasi tidak akan dilakukan jika ada tekanan.

Trump telah dua kali meminta tengat waktu yakni pada Januari dan Maret, untuk menaikkan tarif dalam upaya penyelesaian negosiasi. Namun pada pekan ini, Trump mengatakan bahwa dirinya sudah kehilangan kesabaran.

"Kesepakatan Perdagangan dengan Cina berlanjut, tetapi terlalu lambat, karena mereka berusaha untuk menegosiasikan kembali. Tidak!," ujar Trump dalam Twitter-nya.

Dalam cuitannya, Trump juga mengancam akan menaikkan lagi tarif impor Cina senilai 325 miliar dolar AS setiap tahun. Wakil Presiden Dewan Bisnis AS-Cina, Jake Parker mengatakan, secara politis ancaman Trump tersebut akan menghambat kemajuan pembicaraan dengan Cina. Jika Trump selangkah lebih maju dalam negosiasi, maka perusahaan-perusahaan di Cina akan melakukan pembalasan. 

Satu bulan yang lalu, Trump memperkirakan sesuatu yang monumental akan dicapai dalam beberapa pekan ke depan. Tetapi pekan ini, Menteri Keuangan Steven Mnuchin tampaknya menunjukkan bahwa Washington akan mengambil tindakan jika tidak mendapatkan kesepakatan yang diinginkan.

Kesepakatan substantif akan mengharuskan Cina untuk memikirkan kembali cara mengejar ambisi ekonominya. Cina harus mengurangi subsidi untuk perusahaan-perusahaannya, serta mengurangi tekanan bagi perusahaan asing untuk berbagi rahasia dagang dan memberi mereka lebih banyak akses ke pasar Cina.

Rekan senior di Dewan Chicago Urusan Global dan ekonom Gedung Putih di bawah Presiden George W. Bush, Philip Levy mengatakan, negosiasi antara AS dan Cina terlalu rumit untuk taktik Trump yang selalu memiliki tekanan tinggi. "Presiden memperlakukan ini seperti kita tawar menawar harga mobil bekas," ujarnya. 

Cina dan AS merupakan dua kekuatan ekonomi besar dunia. Cina ingin menjadi negara adidaya teknologi. Di sisi lain, AS menuduh Cina menggunakan taktik cybertheft dan memaksa perusahaan asing untuk menyerahkan teknologinya. Ini merupakan upaya untuk membangun perusahaan Cina sebagai pemimpin dunia dalam kemajuan teknologi, seperti robot dan kendaraan listrik. 

Pertarungan antara dua ekonomi terbesar di dunia itu meningkatkan kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi global. Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia telah menurunkan perkiraan mereka untuk pertumbuhan ekonomi dunia. IMF dan Bank Dunia menyatakan, kebuntuan negosiasi AS-Cina dapat menciptakan ketidakpastian bagi perusahaan yang akan mencoba memutuskan untuk membeli persediaan, membangun pabrik, dan melakukan investasi.

Trump telah menggambarkan tarifnya sebagai penghasil uang untuk Amerika Serikat dan manfaat bagi ekonomi AS. Tetapi sebuah studi pada Maret lalu, oleh para ekonom dari Federal Reserve Bank di New York, Universitas Columbia, dan Universitas Princeton menemukan bahwa beban tarif Trump yang meliputi termasuk pajak untuk baja, aluminium, panel surya, dan barang impor Cina akan menjadi beban bagi konsumen AS. Tarif tersebut juga dapat memukul perusahaan yang membutuhkan bahan baku atau menjual produk-produk impor. Pada akhir tahun lalu, studi menemukan, perusahaan-perusahaan tersebut membayar pajak lebih tinggi yakni 3 miliar dolar AS per bulan. 

Meski demikian, ekonomi AS secara keseluruhan tetap sehat. Pada Jumat lalu, pemerintah melaporkan bahwa tingkat pengangguran AS telah turun ke level terendah dalam setengah abad.

Ancaman Trump tersebut membuat pasar saham jatuh. Dow Jones Industrial Average turun 1,8 peren dan S&P 500 terjun 1,6 persen. Sementara itu, Indeks Shanghai Composite anjlok hampir 6 persen, dan Hang Seng di Hong Kong merosot 3,1 persen. Sedangkan, pasar saham Jepang tutup karena liburan. 

"Ini adalah kejutan besar, mengingat semakin banyak pesan positif dari berbagai pejabat AS yang terlibat dalam pembicaraan perdagangan dalam beberapa pekan terakhir. Tentu saja risiko perang dagang AS-Cina telah meningkat secara signifikan," kata Tao Wang dan Ning Zhang dari UBS dalam komentarnya. 

 

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement