REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Badan Pusat Statistika Provinsi Jawa Timur (BPS Jatim) mencatat, jumlah angkatan kerja di Jawa Timur pada Februari 2019 sebanyak 21,59 juta orang, atau naik 584 ribu orang dibanding Februari 2018. Pada Februari 2019, sebanyak 20,76 juta orang penduduk di Jawa Timur bekerja, sedangkan sebanyak 0,83 juta orang sisanya menganggur.
"Dibanding setahun yang lalu, jumlah penduduk bekerja bertambah 567 ribu orang dan penganggur bertambah sekitar 17 ribu orang," kata Kepala BPS Jatim Teguh Pramono di Kantornya, Jalan Kendangsari Surabaya, Senin (6/5).
Teguh mengatakan, sejalan dengan naiknya jumlah angkatan kerja, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Jawa Timur juga meningkat. TPAK pada Februari 2019 tercatat sebesar 70,02 persen, meningkat 1,31 persen poin dibanding tahun sebelumnya. Kenaikan TPAK, kata Teguh, memberikan indikasi adanya kenaikan potensi ekonomi dari sisi pasokan tenaga kerja.
Berdasarkan jenis kelamin, kata Teguh, masih terdapat perbedaan mencolok di antara TPAK laki-laki dan TPAK perempuan. Pada Februari 2019, TPAK laki-laki sebesar 83,84 persen, sedangkan TPAK perempuan hanya sebesar 56,79 persen. Dibandingkan dengan kondisi setahun yang lalu, TPAK Laki-laki dan perempuan masing-masing meningkat sebesar 0,64 persen poin dan 1,95 persen poin.
Teguh juga menjabarkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jatim, yang menjadi indikator untuk mengukur tingkat penawaran tenaga kerja yang tidak digunakan atau tidak terserap oleh pasar kerja. TPT Jawa Timur pada Februari 2019 sebesar 3,83 persen, atau mengalami penurunan 0,03 poin dibanding TPT Februari 2018 sebesar 3,85 persen.
Teguh mengungkapkan jika dilihat dari tingkat pendidikan yang ditamatkan pada Februari 2019, TPT untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) masih mendominasi di antara tingkat pendidikan yang lain, yaitu sebesar 6,84 persen. TPT tertinggi berikutnya terdapat pada pendidikan Diploma sebesar 6,13 persen. Sebaliknya, TPT terendah terdapat pada pendidikan SD kebawah sebesar 2,01 persen.
"Penduduk dengan pendidikan rendah cenderung menerima tawaran pekerjaan apa saja," ujar Teguh.
Meski demikian, kata Teguh, dibandingkan Februari 2018, TPT lulusan SMK dan Diploma mengalami penurunan, masing-masing sebesar 2,23 persen poin dan 0,97 persen poin. Sedangkan untuk pendidikan yang lain mengalami kenaikan. Kenaikan TPT tertinggi selama setahun terakhi terjadi pada lulusan SMA sebesar 0,63 persen poin.
Teguh menjabarkan, penyerapan tenaga kerja di Jawa Timur hingga Februari 2019 masih didominasi oleh penduduk bekerja berpendidikan SD ke bawah sebanyak 9,60 juta orang (46,22 persen). Kemudian diikuti tamatan SMP sebanyak 3,74 juta orang (18,03 persen), SMA sebanyak 3,00 juta orang (14,44 persen), dan SMK sebanyak 2,39 juta orang (11,50 persen).
"Penduduk bekerja berpendidikan tinggi, yaitu Diploma ke atas ada sebanyak 2,04 juta orang (9,82 persen) mencakup 0,35 juta orang pekerja berpendidikan Diploma, dan 1,69 juta pekerja berpendidikan Universitas," kata Teguh.
Kemudian, jika dilihat dari daerah tempat tinggalnya, TPT di daerah perkotaan Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan TPT di daerah perdesaannya. Pada Februari 2019, TPT perkotaan sebesar 4,78 persen, sedangkan TPT perdesaan sebesar 2,79 persen. Meski demikian, pada Februari 2019 TPT di daerah perkotaan mengalami penurunan sebesar 0,34 poin. Sebaliknya, TPT perdesaan justru mengalami peningkatan sebesar 0,24 poin.
Teguh menambahkan, pada Februari 2019, status pekerjaan utama yang terbanyak adalah sebagai buruh atau karyawan, atau pegawai sebanyak 34,56 persen. Kemudian diikuti berusaha dibantu buruh tidak tetap sebesar 19,30 persen, dan berusaha sendiri sebesar16,30 persen. Sementara, penduduk yang bekerja dengan status berusaha dibantu buruh tetap memiliki persentase yang paling kecil yaitu sebesar 3,84 persen.