Senin 06 May 2019 15:22 WIB

Pemungutan Suara Pemilu India di Wilayah Kashmir Ricuh

Kelompok separatis di Kashmir menyerukan pemboikotan pemungutan suara Pemilu.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Perbatasan Kashmir yang memisahkan India dan Pakistan.
Foto: Zee Media Bureau
Perbatasan Kashmir yang memisahkan India dan Pakistan.

REPUBLIKA.CO.ID, SRINAGAR -- Pemilihan umum (pemilu) fase kelima dimulai di India utara. Lebih dari 87 juta orang di tujuh negara bagian India menyuarakan hak pilihnya, termasuk di negara bagian utara yakni Jammu dan Kashmir yang menjadi wilayah konflik. 

Polisi setempat menyatakan, kelompok separatis telah menyerukan pemboikotan pemungutan suara di Kashmir yang mayoritas berpenduduk Muslim. Para pengunjuk rasa melemparkan batu ke tempat pemungutan suara, sehingga polisi harus melepaskan tembakan dan melukai satu orang.

Baca Juga

Selain itu, mereka juga melemparkan granat di tempat pemungutan suara, namun tidak menimbulkan korban luka-luka maupun meninggal dunia, di antara distrik-distrik lainya yang memberikan hak suara dalam pemilu fase kelima ini yakni Pulwama dan Shopian, di Kashmir selatan. Di Pulwama, yang menjadi tempat ledakan bunuh diri pada Februari lalu, pengunjuk rasa melemparkan batu, dan merusak sedikitnya 23 bus yang membawa petugas pemungutan suara.

Polisi menyatakan, seorang pengemudi terluka dan tiga bangunan dibakar. Ratusan pasukan tambahan telah dikerahkan di Kashmir, untuk mengawal jalannya pemungutan suara termasuk menjaga petugas dan peralatan pemungutan suara. 

Beberapa daerah paling penting yakni Uttar Predesh, yang merupakan negara bagian dengan jumlah anggota parlemen terbanyak. Uttar Pradesh juga merupakan tempat bagi kelompok-kelompok nasionalis Hindu. Mereka secara agresif mendorong pembangunan sebuah kuil di atas reruntuhan masjid abad ke-16, di kota Ayodhya. Hal itu telah menjadi titik ketegangan dengan Muslim minoritas.

"Masalah utama di sini adalah kuil, nasionalisme, dan pembangunan ekonomi negara itu," kata Sharad Sharma, juru bicara Ayodhya yang berbasis di Parishad Hindu Vishwa, atau World Hindu Council, sebuah kelompok yang terkait dengan Partai Bharatiya Janata nasionalis Hindu Modi.

Pemungutan suara juga berlangsung di kubu partai oposisi utama Kongres di Uttar Pradesh. Hal itu termasuk daerah pemilihan Amethi pimpinan Kongres Rahul Gandhi, dan Rae Bareilly, yang diwakili oleh ibunya, Sonia Gandhi.

Perdana Menteri Narendra Modi yang merupakan pejawat, telah memanfaatkan serangan terhadap pasukan paramiliter India di Kashmir pada Februari lalu untuk meningkatkan slogan kampanye-nya. Slogan kampanye yang diusung oleh Modi yakni "chowkidar" atau penjaga. 

Modi tidak perlu khawatir kehilangan suara di Kashir. Selain hanya ada enam kursi di negara bagian itu, jumlah pemilih untuk pemilu di wilayah ini secara historis rendah. 

"Modi dan partainya telah berperang melawan orang-orang di Kashmir. Pemilihan ini tidak penting bagi Kashmir, tapi Kashmir penting untuk pemilihan di India," ujar seorang pedagang di pinggiran kota utama Srinagar, Nazir Ahmed. 

Partai-partai oposisi menyatakan, Modi dan partainya menggunakan isu Kashmir untuk mengalihkan persoalan ekonomi, dan masalah-masalah lain seperti pengangguran kaum muda dan pertanian selama masa pemerintahannya. 

Para pemimpin Bharatiya Janata Party (BJP) menyatakan, partai telah mengejar tujuan-tujuan nasional dan menolak bersikap tidak adil terhadap Kashmir. Seorang pemimpin BJP di kota Jammu, Kavinder Gupta mengatakan, jika menginginkan perdamaian di Kashmir maka tentara perlu memiliki kebebasan.

"Begitu ada perdamaian, tentara akan kembali ke barak, tapi ingat Pakistan di luar sana dengan agen-agennya di Kashmir menciptakan kekacauan," kata Gupta. 

Kashmir dibagi antara wilayah India dan Pakistan. Keduanya mengklaim wilayah tersebut secara keseluruhan sejak memperoleh kemerdekaan dari pemerintahan kolonial Inggris pada 1947. Mereka kemudian mulai memperebutkan wilayah itu. 

 

sumber : AP/Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement