REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Sejumlah universitas di Australia diketahui telah mengabaikan standar kemampuan berbahasa Inggris bagi calon mahasiswa asing yang akan mereka terima. Hal itu didorong oleh kepentingan bisnis karena mahasiswa asing membayar uang kuliah yang sangat mahal.
Program investigasi ABC Four Corners mengungkapkan banyaknya kejadian pelanggaran akademik di kalangan mahasiswa asing beberapa tahun terakhir, serta kasus mahasiswa asing yang kesulitan berbahasa Inggris.
Sumber ABC di kalangan akademisi menyebutkan adanya mahasiswa asing yang menggunakan aplikasi telepon pintar untuk menerjemahkan kuliah yang diikutinya.
Ada juga mahasiswa tingkat pascasarjana jurusun program TI yang ditemukan tidak begitu memahami cara menggunakan komputer atau USB.
Pada 2016, Pemerintah Australia menyederhanakan sistem visa pelajar. Pihak universitas diberi tanggung jawab lebih besar untuk menentukan apakah mahasiswa asing dari beberapa negara benar-benar murni datang sementara untuk kuliah.
Universitas juga diberi kewenangan untuk memastikan kemampuan berbahasa Inggris calon mahasiswa mereka. Mahasiswa asing tidak lagi harus menunjukkan bukti kemampuan berbahasa Inggris ke Departemen Pendidikan, cukup ke universitas yang mereka lamar. Universitas kemudian menetapkan standar kemampuan berbahasa Inggris tersebut. Mereka bahkan diperbolehkan untuk mengabaikan ketentuan ini jika dipandang perlu.
ABC mendapati beberapa universitas yang menerima mahasiswa asing dengan kemampuan berbahasa Inggris di bawah standar yang ditetapkan oleh universitas bersangkutan. Ada juga mahasiswa yang diterima melalui cara lain tanpa mengikuti tes bahasa Inggris secara independen.
Bahkan, ada kasus mahasiswa pascasarjana asal India dan Nepal yang hanya menyiapkan dokumen bahwa yang bersangkutan pernah kuliah dalam bahasa Inggris.
Mantan pegawai Imigrasi Andrew Durston menjelaskan, dengan sistem baru seperti ini, permohonan visa dari mahasiswa asing nyaris lolos secara otomatis, terutama yang diajukan dari universitas ternama.
"Biasa hanya butuh beberapa menit untuk meloloskan visanya," kata Durston yang hampir 30 tahun bekerja di Imigrasi.
"Mereka tidak diharuskan mengajukan aplikasi visa, dokumen yang menunjukkan kapasitas keuangan atau hasil tes kemampuan berbahasa Inggris," ujarnya.
Bernilai miliaran dolar
Menyusul pemotongan anggaran untuk universitas dari APBN Australia, kalangan perguruan tinggi menjadikan mahasiswa asing sebagai sumber pendapatan utamanya. Industri pendidikan tinggi negara ini menjadi industri ekspor terbesar ketiga dengan nilai 34 miliar dolar AS per tahun bagi perekonomian Australia.
Satu universitas bisa memperoleh ratusan juta dolar dari SPP yang dibayar mahasiswa asing. Sejumlah universitas bahkan mengiklankan diri memberikan "keringanan bahasa Inggris" kepada agen-agen yang merekrut mahasiswa asing.
Menurut Ketua Asosiasi Perwakilan Pendidikan Australia di India, Ravi Lochan Singh, pihak universitas telah diperingatkan tentang pengabaian syarat bahasa Inggris.
"Kami melaporkan pada Agustus lalu, bahwa praktik yang dijalankan oleh universitas akan membuat mereka mendapat masalah nanti," katanya.
Singh menyebut sejumlah mahasiswa telah memanipulasi proses tersebut.
"Mereka masuk ke Australia melalui universitas yang pengecekannya lebih rendah. Yaitu pengecekan GTE (Genuine Temporary Entrant), yang tidak memerlukan tes bahasa Inggris, dan telah berhasil masuk dengan visa," katanya.
Dalam tanggapannnya, Badan Kualitas dan Standar Pendidikan Tinggi yang membawahi universitas, membantah adanya masalah sistemik terkait dalam hal ini.
"Cuma sedikit bukti yang menunjukkan adanya kegagalan sistemik dalam syarat kemampuan berbahasa Inggris," katanya.
Profesor Margaret Gardner, ketua asosisasi Universities Australia, sistem yang berlaku sekarang justru berjalan dengan baik.
"Statistik keseluruhan menunjukkan mahasiswa internasional berhasil lulus pada tingkat yang sama dengan mahasiswa domestik," katanya.
"Kami menerapkan standar tinggi dalam menentukan siapa yang kami terima dan atas dasar apa kami menerima mahasiswa tersebut," ujarnya.
"Pemerintah jelas bertanggung jawab atas terbitnya visa, adanya visa yang ditunda, atau bahkan dibatalkan," kata Prof Gardner.
Depdagri yang membawahi Imigrasi dalam tanggapannya mengatakan pihak universitas harus memastikan mahasiswa yang mereka terima memiliki kemampua berbahasa Inggris.
Wakil Rektor Universitas Tasmania Rob Atkinson yang dihubungi menjelaskan mahasiswa harus memenuhi persyaratan bahasa Inggris tingkat universitas.
"Kami tidak mengesampingkan syarat bahasa Inggris untuk mahasiswa kami. Kami mempertimbangkan berbagai bukti sesuai dengan kebijakan kami," katanya.
Dalam sejumlah kasus, katanya, pihaknya mempertimbangkan berbagai bukti kemampuan bahasa, seperti pengalaman kerja, bahasa pengantar kuliah sebelumnya, serta hasil tes bahasa Inggris.
Simak berita selengkapnya dalam Bahasa Inggris di sini.