REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING – Pemerintah Cina menolak berpartisipasi dalam perjanjian kontrol senjata nuklir dengan Rusia dan Amerika Serikat (AS). Beijing menyatakan enggan berpartisipasi dalam negosiasi trilateral perlucutan senjata nuklir.
“Cina menentang negara mana pun yang berbicara tentang Cina mengenai masalah pengendalian senjata dan tidak akan mengambil bagian dalam negosiasi trilateral tentang perjanjian perlucutan senjata nuklir,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Geng Shuang pada Senin (6/5).
Geng mengungkapkan bahwa negaranya selalu menganjurkan larangan total dan penghancuran senjata nuklir secara menyeluruh. Dalam hal ini, negara-negara yang memiliki senjata nuklir harus memikul tanggung jawab dalam hal perlucutan dan terus mengurangi kepemilikannya dengan cara yang dapat diverifikasi.
Presiden AS Donald Trump diketahui sedang mendorong adanya perjanjian kontrol senjata nuklir antara AS, Cina, dan Rusia. Rusia menyambut inisiatif Trump tersebut. “Dalam situasi di mana peran senjata nuklir dalam dokumen terkait doktrin AS dan transisi bertahap mereka ke kelas senjata yang dapat digunakan di medan perang, pernyataan seperti itu hanya bisa disambut dengan baik,” kata Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Ryabkov bulan lalu.
Moskow menilai langkah menuju perlucutan senjata nuklir akan membutuhkan sejumlah prasyarat dan mempertimbangkan banyak faktor yang memiliki dampak langsung terhadap stabilitas strategis, dari munculnya sistem pertahanan rudal dan kemungkinan penyebaran senjata di luar angkasa. Tercakup pula di dalamnya tentang munculnya senjata siber dan banyak faktor lainnya.
“Ini adalah subjek yang paling rumit. Itu belum dibahas secara praktis di salah satu platform negosiasi,” ujar Ryabkov. Dia menambahkan bahwa Rusia siap menjelaskan pandangannya kepada para rekannya dari AS dan negara-negara lain.
Rusia dan AS diketahui telah sama-sama menangguhkan keterikatannya dalam perjanjian Intermediate-range Nuclear Forces (INF). Perjanjian yang ditandatangani pada 1987 itu melarang kedua negara memiliki serta memproduksi rudal nuklir dengan daya jangkau 500-5.500 kilometer.
Penangguhan keterikatan kedua negara dalam INF telah memicu kekhawatiran, khususnya dari Eropa. Sebab INF sudah dianggap sebagai fondasi keamanan Benua Biru. Ditangguhkannya INF juga menimbulkan kecemasan tentang potensi munculnya perlombaan senjata baru seperti era Perang Dingin.
Kendati demikian, Rusia mengaku siap jika AS ingin menjalin perjanjian perlucutan senjata baru untuk menggantikan INF. Hal itu juga telah diisyaratkan Trump sebelumnya. Namun Trump memang menghendaki agar perjanjian itu tidak hanya disepakati oleh AS dan Rusia, tapi juga negara lain, seperti Cina.