REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lyon adalah kota terbesar kedua di Prancis setelah Paris. Jumlah penduduknya hamper 1,8 juta jiwa. Sementara Paris berpenduduk 12 juta jiwa. Sebagai kota terbesar kedua, Lyon menjadi kota yang dinamis dan kompleks. Keberadaan komunitas Muslim menjadi salah satu penyumbang kedinamisan itu.
Muslim di Lyon berasal dari keturunan Aljazair, Maroko, Tunisia, Turki, dan beberapa negara lain di Afrika. Tiga negara pertama adalah bekas ko loni Prancis. Hal yang menarik adalah terus terjadi peningkat an mualaf di Lyon maupun ko ta-kota lainnya di Prancis.
Setiap minggunya, di masjid-masjid di Lyon selalu ada yang mengucapkan syahadat sebagai syarat masuk Islam. Saya berkesempatan menyaksikan prosesi pengucapan syahadat seorang warga negara Prancis pascashalat Jumat di Masjid Othmanie, Villeurbanne.
Sejarah keberadaan Muslim di Lyon ternyata telah sangat panjang. Secara historis, keberadaan Muslim di kota ini memiliki keterkaitan dengan keda tangan kaum imigran dari Afrika Utara yaitu Aljazair, Ma roko, dan Tunisia. Sekitar tahun 1960-an, ribuan buruh Arab berimigrasi (hijrah) secara be sar-besaran ke Prancis. Kedatangan buruh migran asal Afrika dan sebagian Asia itu membuat agama Islam berkembang pesat di Prancis.
Para buruh ini mendirikan komunitas atau organisasi untuk mengembangkan Islam. Secara perlahan, penduduk Pran cis pun makin banyak yang memeluk Islam. Kaum migran dari Aljazair membanjiri Prancis sejak 1947, setelah undangundang pemberian status ke war ganegaraan bagi orang Aljazair diberlakukan.
Saat itu, konon Prancis kekurangan laki-laki. Padahal, negeri ini sedang butuh tenaga kasar untuk membangun kota-kota yang hancur akibat Perang Dunia II. Berdasarkan sensus 1946, terdapat 20 ribu Muslim Aljazair menjadi warga negara Prancis.
Berdasarkan data statistik dari Agence Pour le Développement des Relations Interculturelles (ADRI), pada tahun 2000 terdapat 150 ribu Muslim dari sekitar 1,8 juta penduduk Lyon. Sementara di Paris, jumlah Muslim mencapai 1,7 juta dari sekitar 12 juta warganya. Akan halnya dengan Marseille dan Lille yang memiliki jumlah Muslim sama banyak, yaitu 200 ribu orang. Dengan total penduduk Marseille yang 800 ribu orang, artinya 25 persen warganya memeluk Islam.
Islam adalah agama yang berkembang paling cepat di Prancis. Dengan jumlah Muslim lima juta orang, Prancis menjadi negara yang memiliki warga Muslim terbanyak di Eropa, disusul Jerman sekitar empat juta jiwa dan Inggris sekitar tiga juta jiwa.
Di Prancis, Islam adalah agama dengan pemeluk terbanyak kedua setelah Katolik. Bahkan, salah satu partai politik Prancis, Front Nasional, memprediksi Prancis akan menjadi negara Muslim pada tahun 2020 karena jumlah pemeluk Islam yang terus berkembang pesat.
Warga Prancis keturunan dari negara-negara Magribi (Aljazair, Maroko, dan Tunisia) umumnya memiliki banyak anak. Saat bepergian menggunakan bus kota, trem, maupun metro (kereta bawah tanah), misalnya, saya sering melihat mereka membawa 3-4 anak. Sementara warga asli Prancis rata-rata memiliki anak sedikit. Selain karena kedua orang tuanya sibuk bekerja, mereka juga berpikir memiliki banyak anak akan berat dan mahal biayanya. Mulai dari biaya pendidikan, biaya asuransi, dan sebagainya. Sementara warga Muslim keturunan diberikan subsidi untuk anak hingga usia 18 tahun. Besaran subsidi ini semakin besar jika anaknya juga semakin banyak.
Berdasarkan data statistik yang dijelaskan di atas, Muslim di Lyon adalah populasi yang cukup besar. Selama tinggal di Lyon, sering sekali saya menjumpai Muslimah-Muslimah berjilbab. Rasanya seperti tinggal di Jakarta saja.
Rakhmat Hidayat
Dosen Jurusan Sosiologi Unversitas Negeri Jakarta; Mahasiswa Doktoral Departemen Ilmu Pendidikan Universitas Lumiere Lyon 2 Prancis