REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Oposisi pemerintah Turki yang memenangkan pemilihan umum daerah Ankara dan Istanbul menyebut pemungutan suara ulang sebagai kudeta. Dewan Tinggi Pemilu mengabulkan permintaan partai berkuasa Presiden Recep Tayyep Erdogan.
Partai Erdogan AKP menggugat hasil pemilu 31 Maret lalu yang memenangkan Ekrem Imamoglu dari Republican People's Party's (CHP). Pemungutan suara kedua di Istanbul akan digelar pada 23 Juni mendatang. Partai Erdogan mengklaim pemungutan suara dicurangi.
"Kehendak rakyat telah diinjak-injak," kata ketua Partai Nasionalis Meral Aksener yang mendukung Imamoglu, Selasa (7/5).
Surat kabar oposisi pemerintah Birgun menyebut keputusan tersebut sebagai kudeta. Menurut mereka, langkah ini menunjukkan keadilan telah dikorbankan. Karena ketidakpastian politik, lira Turki kembali melemah.
Pada pekan lalu Jaksa Turki menggelar 32 penyelidikan penyimpangan pemilihan umum yang dituduhkan AKP. Dilansir di Aljazirah, kantor berita Turki Anadolu News melaporkan para penyidik memanggil lebih dari 100 petugas pemungutan suara untuk ditanyai sebagai tersangka.
Anadolu menambahkan para penyidik fokus pada distrik Maltepe, Kadikoy, dan Atasehir di Istanbul. Para tersangka diperiksa atas tuduhan pelanggaran undang-undang pemilu dan menyalahgunakan posisi mereka dalam perhitungan suara dan memasukkan tanggal.
AKP meminta hasil pemilihan dibatalkan dan pemungutan suara di Istanbul diulang. Sebuah langkah yang membuat pasar keuangan Turki berada diujung tombak.
Berdasarkan hasil dan perhitungan ulang pemilihan umum daerah, AKP kalah di Istanbul dan ibu kota Ankara. Kekalahan ini menjadi pukulan telak bagi Erdogan.
Oposisi mereka yang lebih sekuler Republican People's Party (CHP), yang koalisinya lebih kecil memenangkan pemilihan kepala daerah di Istanbul dan Ankara. Mengakhiri dominasi Partai AK yang dikuasai Erdogan. Bulan lalu Imamoglu yang berasal dari CHP sudah mendeklarasikan diri sebagai wali kota baru Istanbul.