Rabu 08 May 2019 07:47 WIB

AS Cabut Sanksi Jenderal Venezuela yang Tentang Maduro

Kepala badan intelijen Venezuela itu bergabung dalam upaya kudeta yang gagal.

Rep: Lintar Satria/Puti Almas/ Red: Ani Nursalikah
Wapres AS Mike Pence
Foto: AP
Wapres AS Mike Pence

REPUBLIKA.CO.ID, CARACAS -- Amerika Serikat (AS) telah menambah tekanan kepada pemerintahan Presiden Nicolas Maduro yang didera krisis. AS mengumumkan telah mencabut sanksi kepala badan intelijen Venezuela yang bergabung dengan pemberontak di Caracas pekan lalu.

Berbicara di Washington, Wakil Presiden AS Mike Pence mengatakan Jenderal Manuel Cristopher Figuera yang melarikan diri dari Venezuela setelah mendukung kudeta gagal 30 April lalu sudah dihapus dari daftar orang terkena sanksi. Hal ini sebagai pengakuan tindakan Figuera atas aksinya mendukung demokrasi dan supremasi hukum.

Baca Juga

"Kami berharap aksi yang diambil negara kami hari ini akan mendorong yang lainnya untuk mengikuti contoh Jenderal Cristopher Figuera dan anggota militer yang melangkah maju dan mendukung libertad," kata Pence, seperti dilansir The Guardian, Rabu (8/3).

Departemen Keuangan AS mengisyaratkan langkah tersebut dirancang untuk mempengaruhi pejabat-pejabat Venezuela lainnya. Mereka yang mengambil langkah konkrit dan aksi yang berarti dalam mengembalikan ketertiban demokrasi.

Langkah ini mungkin menjadi pertanda yang paling jelas dari Washington. AS masih yakin ada kemungkinan upaya ketua oposisi Juan Guaido dapat memicu pemberontakan terhadap Maduro.

Figuera satu-satunya tokoh utama yang mendukung Guaido ketika ia mencoba melancarkan pemberontakan di luar pangkalan udara di Caracas pada Selasa lalu. Laporan menunjukan ada pejabat-pejabat tinggi pemerintah Maduro yang mungkin terlibat dalam plot 'Operasi Pembebasan' tapi kemudian gagal karena alasan yang belum diketahui.

Para pejabat itu termasuk Menteri Pertahanan Venezuela Vladimir Padrino Lopez yang mendapatkan sanksi AS pada tahun lalu. Serta Kepala Mahkamah Agung Maikel Moreno yang disanksi pada 2017.

Pence juga memperingatkan 25 hakim Mahkamah Agung dengan mengatakan mereka akan mempertanggungjawabkan setiap aksi mereka. Jika mereka terus mendukung apa yang Pence sebut sebagai 'pengganggu kedamaian dan kemakmuran terhebat di belah bumu sebelah barat'.

"Nicolas Maduro seorang diktaktor dan Maduro harus pergi," kata Pence.

Loyalis Maduro menggagalkan pemberontakan yang didukung AS. Anggota Partai Sosialis Venezuela Pedro Carreno mengatakan hal ini membuktikan angkatan bersenjata Venezuela masih revolusioner dan nasionalis. Menurutnya pemberontakan ini mendemonstrasikan tidak ada rencana lain selain menyerahkan Venezuela ke perusahaan minyak AS.

"Jika AS ingin melancarkan aksi militer kami siap untuk apa pun," kata Carreno.

Dalam sebuah langkah terbaru untuk menggulingkan Maduro, oposisi hendak melakukan upaya kudeta awal bulan ini. Dalams ebuah rekaman video  yang diunggah melalui jejaring sosial Twitter, Guaido terlihat berpidato di pangkalan militer La Carlota di Caracas. Ia menyerukan kepada semua elemen di Venezuela untuk mendukung dilakukannya perebutan kekuasaan dengan upaya kudeta pada Rabu (1/5).

Meski demikian, pihak berwenang mengatakan upaya tersebut telah digagalkan. Berdasarkan laporan Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, rencana kudeta yang berujung dengan bentrokan menyebabkan setidaknya 240 orang terluka.

Dalam beberapa tahun terakhir, tercatat lebih dari tiga juta warga Venezuela meninggalkan negara mereka. AS memperkirakan jumlah tersebut dapat terus meningkat, yaitu dua juta orang akan melarikan diri jika krisis terus berlanjut di negara yang dikenal kaya sumber daya minyak bumi tersebut.

sumber : AP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement