REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana, Profesor Romli Atmasasmita, mengaku siap menjadi bagian tim bantuan hukum yang dibentuk Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam). Ia mengatakan, tim tersebut akan bekerja setidaknya hingga Oktober mendatang.
"Sampai Oktober atau sesudah Oktober. Kalau masih dibutuhkan sesudah Oktober, ya kami masih siap," ujar Romli saat dihubungi melalui sambungan telepon, Rabu (8/6).
Romli menerangkan, tim tersebut dibentuk untuk memastikan langkah aparat keamanan tetap berada di jalur hukum yang benar saat melakukan penindakan. "Tim ini nanti membantu Menko Polhukam untuk menyampaikan pendapat hukum tentang masalah-masalah yang dihadapi sekarang," tuturnya.
Romli menjelaskan, pendapat-pendapat hukum itu diperlukan agar aparat keamanan tetap bertindak sesuai koridor hukum yang berlaku. Hukum, kata dia, harus berada di depan kewenangan yang dimiliki oleh aparat, terutama aparat kepolisian.
"Walaupun polisi punya kewenangan, kekuasaan memanggil orang, nangkep orang, tapi itu harus dilakukan dengan cara-cara hukum. Jadi hukum di depan, kekuasan di belakang. Jangan dibalik-balik" kata dia.
Ia menerangkan, setiap tindakan dalam rangka menjaga ketertiban dan keamanan yang dilakukan oleh kepolisian harus dilandasi hukum yang benar. Untuk memastikan langkah yang diambil benar secara hukum, maka diperlukan pendapat para ahli hukum.
"Karena polisi juga masih melihat apakah ini, khawatir kan melanggar hukum apa ngga memanggil orang, memanggil tokoh, jadi perlu pendapat para ahli," katanya.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto, kemarin mengklarifikasi pernyataannya terkait pembentukan Tim Hukum Nasional. Tim tersebut dibentuk bukan sebagai badan baru, tetapi sebagai tim bantuan di bidang hukum untuk pengendalian masalah hukum dan keamanan nasional.
"Itu bukan tim nasional, tapi tim bantuan di bidang hukum yang akan menyupervisi langkah-langkah koordinasi dari Kemenko Polhukam," ungkap Wiranto di kantornya, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (7/5).
Tim itu nantinya, kata Wiranto, akan menjadi tim bantuan hukum yang ada di bawah Kemenko Polhukam. Tim yang akan membantu dalam rangka sinkronisasi, harmonisasi, dan pengendalian masalah hukum dan keamanan nasional.
Tim tersebut akan berisi para profesor, doktor, dan pakar hukum dari berbagai universitas dan lembaga. Mereka akan membantu Kemenko Polhukam untuk memilah tindakan mana saja yang bisa dan tidak bisa dianggap melanggar hukum.
Wiranto menerangkan, saat ini banyak aktivitas-aktivitas yang seharusnya sudah masuk kategori melanggar hukum dan ditindak tetapi tidak ditindak karena jumlahnya yang begitu banyak. Banyaknya jumlah aktvitas itu mempersulit pemilahan secara singkat mana saja yang melanggar dan tidak melanggar hukum.
"Nah kita butuh tim bantuan itu. Bukan berarti secara formal dan secara organisasi kemudian kita abaikan, tidak. Kita memang ada, pemerintah punya lembaga-lembaga hukum yang sudah formal dalam ketatanegaraan Indonesia kan ada," tuturnya.
Menurut mantan Panglima ABRI ini, tim tersebut akan melihat permasalahan yang ada dari sudut pandang masyarakat, yakni masyarakat intelektual yang memiliki pemahaman terhadap hukum. Berbeda dengan kepolisian, kejaksaan, dan lembaga hukum formal lainnya.
"'Ayo, coba Anda nilai sendiri aktivitas masyarakat seperti ini sudah melanggar hukum atau tidak?' Kalau mereka mengatakan, 'Oke Pak, sudah melanggar hukum itu,' Oke kita bertindak. Jadi kita kompromikan (dahulu)," terang dia.