REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin sebagai saksi kasus jual beli jabatan di Kemenag yang menyeret nama mantan ketum PPP Romahurmuziy, Rabu (8/5).
Menurut Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah, dalam pemeriksaan itu, penyidik mengonfirmasi keterangan saksi terkait kewenangan saksi dan proses seleksi jabatan tinggi di Kementerian Agama. Selain itu penyidik juga menggali informasi mengenai apakah ada komunikasi atau pertemuan saksi dengan tersangka Romahurmuziy (Romi).
"Penyidik juga mengonfirmasi mengenai dan temuan uang di laci meja saksi saat penggeledahan dan laporan gratifikasi dari saksi sebesar Rp 10 juta rupiah," ujar Febri di Gedung KPK Jakarta, Rabu (8/5).
Febri menuturkan, pelaporan penerimaan uang Rp10 juta tersebut baru dilakukan setelah tangkap tangan terjadi, yaitu selang lebih dari seminggu usai operasi senyap terjadi pada 15 Maret 2019 lalu. Berdasarkan aturan pelaporan gratifkasi, seorang pejabat wajib melaporkan gratifikasi 30 hari kerja dari penerimaan.
Namun, aturan itu tidak berlaku jika penerimaan gratifikasi dilaporkan setelah perkara yang berkaitan dengan gratifikasi tersebut naik ke penyidikan.
"Maka tentu saja yang berlaku ada peraturan KPK bagaimana mekanisme pelaporan gratifikasi tidak ditindaklanjuti sampai penerbitan SK. Oleh karena itulah perlu menunggu proses hukum di penyidikan yang sedang berjalan," kata Febri.
Febri enggan berspekulasi terkait nasib pelaporan gratifikasi Lukman. Yang jelas, kata Febri, penyidik masih mengembangkan dugaan penerimaan gratifikasi tersebut.
"Kami masih berkoordinasi dengan pihak penyidik, nanti kami tunggu perkembangan dari sana," ucapnya. "Kalau memang nanti ditemukan pelaku-pelaku lain selama proses penyidikan dan persidangan maka kami akan mencermati itu dalam proses penangan perkara, nanti jika dibutuhkan kembali akan kami panggil lagi (Menag)," tambah Febri.
Usai diperiksa, Lukman berkelit saat dikonfirmasi awak media mengenai uang Rp 180 juta dan 30 ribu dolar AS yang disita tim penyidik saat menggeledah ruang kerjanya di Kementerian Agama beberapa waktu lalu.
Alih-alih menjawab soal uang ratusan juta rupiah tersebut, Lukman membela diri soal uang Rp 10 juta yang disebut diterimanya dari Kakanwil Kemag Jatim, Haris Hasanuddin. Haris menjadi tersangka kasus dugaan suap jual beli jabatan. Lukman mengakui menerima uang Rp 10 juta tersebut dan melaporkannya kepada KPK.
"Jadi yang terkait dengan uang Rp 10 juta itu, saya sudah sampaikan kepada penyidik KPK bahwa sudah lebih dari sebulan yang lalu. Uang itu sudah saya laporkan kepada KPK. Jadi saya tunjukan tanda bukti pelaporan yang saya lakukan bahwa uang itu saya serahkan kepada KPK karena saya merasa saya tidak berhak untuk menerima uang itu," ujar Lukman usai diperiksa.
Sementara terkait uang ratusan juta rupiah yang telah disita tim penyidik, Lukman tak menjawabnya. Lukman meminta awak media untuk mengonfirmasi hal tersebut kepada KPK.
"Jadi ini yang bisa saya sampaikan. Hal-hal yang lain yang terkait dengan materi perkara saya mohon dengan sangat kepada seluruh temen-teman media, para jurnalis untuk sebaiknya menanyakan langsung kepada KPK," katanya.
Lukman mengklaim menghormati proses hukum yang dilakukan KPK. Untuk itu, ia mengaku tak dapat menyampaikan hal yang terkait materi perkara.
KPK sebelumnya menyatakan telah mengantongi bukti-bukti aliran dana suap yang diterima oleh mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy (Romi) dari Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin dan Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi. Diduga aliran dana suap ke Romi, terkait suap jual beli jabatan di Kemenag.
KPK telah menetapkan ketiganya sebagai tersangka. Muhammad Muafaq Wirahadi dan Haris Hasanuddin diduga telah menyuap Romi untuk mengurus proses lolos seleksi jabatan di Kemenag. Diketahui, Muhammad Muafaq mendaftar untuk posisi Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik. Sedangkan Haris, mendaftar sebagai Kakanwil Kemenag Provinsi Jatim.
Atas perbuatannya, dua tersangka pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Sementara Romi, tersangka penerima suap disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.