REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat sepanjang Januari hingga April tahun ini realisasi lifting migas baru mencapai 1,8 juta barel setara minyak per hari. Angka tersebut baru mencapai 89 persen dari yang dipasang oleh APBN.
Deputi Operasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Fatar Yani menjelaskan total tersebut terdiri dari lifting minyak 749,6 ribu barel per hari (bopd) dan lifting gas 5.909 juta kaki kubik per hari (mmscfd).
"Paling kalau lifting minyak realisasinya sekitar 755.000 BOPD, dibandingkan target apbn yang 775.000 BOPD," ujar Fatar di Kantor SKK Migas, Rabu (8/5) malam.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi target lifting belum tercapai 100 persen seperti yang diproyeksikan APBN. Kepala SKK Migas, Dwi Sucipto menjelaskan tak sampainya realisasi lifting karena beberapa blok mengalami penurunan produksi lebih cepat dari yang diperkirakan SKK Migas.
"Ada beberapa blok, yang decline lebih cepat dari yang diperkirakan karena kondisinya sangat berat untuk mengejar," kata Dwi di lokasi yang sama.
Meski memang saat ini belum bisa mencapai target yang dipasang oleh APBN, namun Dwi menjelaskan pada kuartal II lifting bisa lebih baik. Hal ini dikarenakan adanya 11 proyek utama yang akan mulai berproduksi (onstream) di 2019.
"Dengan tambahan produksi mencapai 13.587 BOPD dan 1.172 mmscfd, kami optimististis pada akhir tahun target lifting dapat tercapai," ujar Dwi
Dwi juga menjelaskan SKK Migas bersama KKKS sedang berupaya agar produksi dari ExxonMobil di lapangan Banyu Urip blok Cepu bisa meningkat di atas 220 ribu BOPD. "Kami kerja sama dengan pihak terkait supaya bisa menaikkan produksi di situ. Kalau itu jalan, sudah bisa membantu produksi di atas 750.000 - 775.000, dan bisa membantu meningkatkan lifting juga," tambah Dwi.