REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Investasi melalui platform digital yang dihadirkan oleh financial technology (Fintech) peer to peer (P2P) lending telah menjadi pilihan baru investasi generasi milenial. Hal ini dibuktikan oleh lender atau pemberi pinjaman perusahaan fintech yang didominasi oleh kamu muda.
Seperti perusahaan fintech Akseleran, yang memiliki jumlah lender dari generasi milenial sebanyak 77 persen dari 85 ribu lender per April 2019. "Secara persentase, kontribusi terhadap pemberian dana pinjaman, jumlah tersebut berkontribusi terhadap 51 persen dari total seluruh pemberian dana pinjaman yang diberikan," kata Chief Credit Officer dan Co-Founder Akseleran Christopher Gultom, kepada Republika.co.id, Kamis (9/5).
Menurutnya, sebanyak 50 persen lender berada di usia 26-35 tahun, dengan nilai investasi berkisar antara Rp 15 juta per lender. Investasi melalui platform digital ini juga berhasil menarik lender lebih muda, yakni berusia di bawah 25 tahun. Di Akseleran, porsi lender dalam usia ini mencapai 28 persen dengan rata-rata investasi di angka Rp 11 juta per lender.
"Secara umum pekerjaan para lender di Akseleran adalah pegawai. Profesinya beragam, ada yang driver ojek online hingga pegawai kantoran. Kalau profesi lainnya juga ada yang dari kalangan mahasiswa maupun pengusaha," jelasnya.
Kemudahan yang diberikan melalui digital maupun online, serta nominal investasi yang kecil, merupakan salah satu hal yang menarik minat kalangan muda dalam berinvestasi di P2P Lending. "Mayoritas 70 persen (lender) milenial dari lebih dari 80 ribu pemberi pinjaman yang terdaftar di Modalku," kata Co Founder dan CEO Modalku Reynold Wijaya.
Dia menjelaskan, Modalku memudahkan para lender dari kalangan milenial untuk berinvestasi dengan nilai deposit yang cukup rendah, yakni minimal Rp 3 juta untuk pertama kali deposit. Dan untuk pendanaan atau alokasi ke pihak UMKM bisa dimulai dari Rp 100 ribu saja.
Kedua perusahaan fintech ini pun menawarkan return yang cukup menjanjikan, dengan kisaran 18-22 persen per tahun. Nilai ini tentunya cukup menggiurkan dibandingkan berinvestasi di reksadana atau deposito bank.
Kendati demikian, para lender disarankan untuk melakukan diversifikasi pinjaman, yakni dengan tidak berinvestasi di satu peminjam saja. Perusahaan fintech P2P lending menyarankan agar para lender mendiversifikasi dana mereka di beberapa peminjam untuk meminimalkan risiko kerugian.
'Jangan menaruh uang di satu keranjang' merupakan upaya mitigasi risiko yang disarankan perusahaan fintech kepada para pemberi pinjaman. Dengan demikian, jika satu peminjam mengalami gagal bayar, maka bisa ditutupi dengan keuntungan dari peminjam lainnya.