Kamis 09 May 2019 18:29 WIB

Pelapor Eggi akan Cabut Laporan Polisi dengan Syarat

Akibat laporan Dewi, Eggi saat ini telah berstatus tersangka kasus dugaan makar.

Juru Kampanye Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto -Sandiaga Uno, Eggi Sudjana.
Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Juru Kampanye Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto -Sandiaga Uno, Eggi Sudjana.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon anggota legislatif Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Dewi Ambarita alias Dewi Tanjung mengatakan, tidak akan mencabut laporan terkait dugaan makar Eggi Sudjana, jika advokat sekaligus aktivis tersebut tidak menuruti syarat permintaan yang diajukannya. Akibat laporan Dewi, Eggi saat ini telah berstatus tersangka.

"Kami tidak akan mencabut laporan pada Eggi Sudjana jika yang bersangkutan tidak menuruti permintaan saya. Kasus ini akan jalan terus ke meja hijau dan tidak ada kata damai," kata Dewi di Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (9/5).

Baca Juga

Permintaan caleg PDIP Daerah Pemilihan Bogor ini adalah Eggi Sudjana menyampaikan permohonan maaf. Namun, bukan pada Dewi sebagai pelapor kendati ada "utusan" Eggi Sudjana menemuinya untuk membicarakan pembatalan laporan.

"Permintaan maaf itu kepada rakyat, bangsa dan Kepala Negara Indonesia, bukan ke pelapor, karena ini bukan kepentingan saya, ini kepentingan seluruh rakyat Indonesia," ujar Dewi.

Adapun, Dewi datang ke Ditreskrimum Polda Metro Jaya pada Kamis ini dengan didampingi oleh kuasa hukumnya untuk melanjutkan pemeriksaan terkait kasusnya sejak Rabu (8/5) pukul 20.00 WIB hingga Kamis pukul 03.00 WIB. "Semalam ditanya 22 pertanyaan terkait dugaan makar, hubungannya dengan Eggi dan pertanyaan seputar barang bukti. Sementara hari ini kami menyerahkan barang bukti berupa flash disk rekaman pidato yang berisi statemen Eggi Sudjana yang tidak kami bawa sebelumnya," ucap dia.

Sebelumnya, Eggi Sudjana dilaporkan oleh Dewi ke Polda Metro Jaya atas tuduhan makar. Dewi melaporkan Eggi berkaitan dengan beredarnya video di mana Eggi menyerukan people power dalam sebuah orasi.

Lebih lanjut, Dewi menolak tuduhan pihak Eggi Sudjana yang menyatakan penetapan tersangka pada salah satu tim advokasi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi itu sebagai bentuk kriminalisasi. "Bukan, karena ini adalah statemen Eggi sendiri pada 17 April 2019 di Kertanegara jadi tidak ada kriminalisasi. Ini adalah bentuk tindakan Eggi yang harus dipertanggung jawabkan sesuai video," ucap Dewi.

Eggi sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan makar. Di surat panggilan yang beredar terbatas, Eggi Sudjana akan diperiksa di Subdit Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya pada Senin (13/5) pukul 10.00 WIB untuk memberikan keterangan sebagai tersangka dalam dugaan makar.

Dalam surat itu, disebutkan bahwa polisi menetapkan Eggi sebagai tersangka dalam perkara tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara/makar dan atau menyiarkan suatu kabar yang dapat menimbulkan keonaran di kalangan masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 107 KUHP dan atau pasal 110 KUHP juncto Pasal 87 KUHP dan atau Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 dan/atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946.

Argo mengatakan pihaknya menetapkan Eggi sebagai tersangka setelah melakukan gelar perkara. "Setelah dilakukan gelar perkara dan dalam hasil gelar perkara itu, laporannya memenuhi unsur pidana kemudian status yang bersangkutan dinaikkan sebagai tersangka," ujarnya.

Eggi Sudjana menilai bahwa polisi telah melanggar dan sudah tidak netral dalam menetapkan status tersangka makar terhadap dirinya. Ia menilai, pihak kepolisian sudah tidak mengindahkan tahapan-tahapan proses hukum.

"Karena kalau tuduhannya makar maka tidak perlu namanya laporan polisi kalau saya betul-betul makar mestinya langsung ditangkap, namanya makar. Makar ada tiga kategori, dalam arti secara struktural hukum pasal 104, 106, 107 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)," jelas Eggi Sudjana di depan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta Pusat, Kamis (8/5).

Eggi memerinci, tiga kategori makar itu adalah makar terhadap keselamatan presiden dan wakil terdapat dalam Pasal 104 KUHP, makar terhadap sebagian wilayah Indonesia dalam Pasal 106 KUHP. Kemudian makar terhadap pemerintah yang sah dalam Pasal 107 KUHP. Sementara, Eggi mengaku tidak melakukan satu kategori apa pun dari makar yang ada dalam KUHP.

"Saya tidak mempersoalkan presiden yang saya persoalkan adalah calon presiden kalau capres hukumnya sama dengan kita. Dasarnya pasal 27 ayat 1, setiap orang kebersamaan kedudukannya dalam pemerintahan dan hukum tanpa terkecuali," kata Eggi.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement